Senin, 07 September 2009

Ukhuwah Atas Nama Allah


Muslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh. Jika satu disakiti, maka yang lain juga akan menderita. Tapi ukhuwah yang benar hanya atas nama Allah SWT
Hidayatullah.com--Muslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh, kata Nabi. Itulah ukhuwah atau persaudaraan. Ukhuwah islamiyah atau persaudaran Islam adalah sendi pokok untuk membangun tatanan masyarakat Muslim yang kokoh. Tatanan masyarakat Islam yang kokoh merupakan cita-cita kita semua dimana Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin akan benar- benar terwujud.
Memperkokoh pilar-pilar ukhuwah islamiyah adalah kewajiban setiap Muslim. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Muslimin untuk menegakkan ukhuwah. Hal itu termaktub dalam beberapa ayat di Al-Quranul Karim.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai hadits juga memerintahkan ummatnya untuk melakukan hal yang sama. Di bawah ini adalah beberapa hadits yang menjelaskan kedudukan ukhuwah dalam Islam. Di bawah ini adalah anjuran ukhuwah menurut Islam.
Lillahi Ta’ala
Semangat ukhuwah di antara sesama Muslim hendaknya didasari karena Allah semata, karena ia akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu hubungan. Rasulullah bersabda, ”Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (HR Muslim)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari amalnya.” (HR Muslim)
Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, ”Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka.” Beliau menjawab, ”Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.” (HR Nasa’i dari Abu Hurairah Radiallahu ‘anhu)
Tidak Saling Menzhalimi
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar ra)
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, ”Janganlah kalian saling mendengki, melakukan najasy, saling membenci, memusuhi, atau menjual barang yang sudah dijual ke orang lain. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzhalimi, dan tidak membiarkan atau menghinakannya. Takwa itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya tiga kali).”
Ibarat Satu Tubuh
Ukhuwah dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh. “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)
“Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (HR Muslim)
Merasakan Lezatnya Iman
“Barangsiapa ingin (suka) memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah.” (HR Ahmad)
Mengenal Baik Sahabatnya
“Jika seseorang menjalin ukhuwah dengan orang lain, hendaklah ia bertanya tentang namanya, nama ayahnya, dan dari suku manakah ia berasal, karena hal itu lebih mempererat jalinan rasa cinta.” (HR Tirmidzi). [www.hidayatullah.com]

Kedudukan As-Sunah dalam Syariat Islam

As-Sunah adalah sumber setelah Al-Quran. Hubungan dengan Al-Quran sebagai hujah dan sumber menggali hukum
Oleh: Zarnuzi Ghufron


As-Sunah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, tidak diragukan pengaruhnya di dalam dunia fiqih Islam, terutama pada masa para imam mujtahid dengan berdirinya mazhab-mazhab ijtihad. Sebagai masa kejayaan kajian ilmu hukum Islam di dalam dunia sejarah. Hal semacam ini tidak pernah terjadi pada umat agama lain, baik di zaman dahulu atau sekarang. Setiap orang yang mendalami mazhab-mazhab fiqih, maka akan mengetahui betapa besar pengaruh As-Sunah di dalam penetapan hukum-hukum fiqih.As-Sunah atau dalam istilah lain Hadis Nabi, secara terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan. Adapun arti kehujahan Sunah di sini adalah: kewajiban bagi kita untuk beramal sesuai dengan As-Sunah dan menjadikannya sebagai dalil untuk menggali hukum syari'.Hadis Nabi, walaupun dapat menjadi hujah secara independen (mustaqil), sebagaimana juga Al-Quran, namun kedua kitab tersebut saling melengkapi dan melegitimasi bahwa keduanya adalah hujah dan sumber hukum di dalam syari'at Islam.Dalil Al-Qur'anAllah swt., di dalam Al-Quran menjelaskan kehujahan Sunah Nabi dengan beragam cara, di antaranya dengan memerintahkan orang yang beriman untuk mengembalikan perselisihan pendapat yang terjadi di antara mereka kepada Allah dan Rasul-Nya:"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul".(QS.An-Nisa:59)Mengembalikan kepada Allah, menurut Imam Saukani, adalah mengembalikan kepada Al-Quran. Sedangan mengembalikan kepada Rasul adalah mengembalikan kepada Sunah Rasul.Imam Syafii berkata, "bahwa Allah mewajibkan kita untuk taat kepada Rasul, dan selama ketaatan kepada Rasul adalah wajib, maka perkataan beliau menjadi mengikat bagi kita. Dan setiap orang yang berseberangan dengan Rasul, maka orang tersebut dinilai sebagi orang yang durhaka, walaupun Allah telah mengancam orang yang durhaka kepada Rasul-Nya. Maka dapat disimpulkan, bahwa Sunah Rasul adalah hujah yang harus kita pegang.""Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al-Hikmah". (QS.Ali Imran: 164)Al-Hikmah di dalam ayat ini, menurut jumhur ulama, adalah sesuatu selain Al-Quran, yaitu As–Sunah. Imam Syafii berkata, "Allah menyebut Al-Kitab yang dimaksud adalah Al-Quran, dan kemudian Dia menyebut Al-Hikmah, saya telah mendengar dari bumi ini, dari para ahli ilmu Al-Quran, semua berkata: Al-Hikmah adalah As-Sunah."Rasulullah telah diberi oleh Allah Al-Quran dan sesuatu yang lain bersama Al-Quran yang wajib untuk diikuti. Di dalam Al-Quran, Allah dengan jelas menggambarkan tentang Nabi:"Dia (Nabi Muhammad) yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk''. (QS.Al-A'raf:157) Ketika di dalam ayat ini bersifat umum, maka hal ini mencakup semua hal yang Nabi haramkan dan yang dia halalkan, baik yang bersumber dari Al-Quran ataupun sumber wahyu Allah yang lain yang diwahyukan kepadanya, yaitu As -Sunah. Karena Nabi, seperti di dalam Al Quran (An-Najm:3), tidak berkata dari keinginan atau hawa nafsunya, akan tetapi dari wahyu. "Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." (QS.Ali Imron:31)"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah".(QS.An-Nisa:80)Allah swt, di dalam dua ayat ini, menjadikan ketundukan kepada Rasul dan Sunahnya sebagai sebab untuk mencintai dan taat kepada Allah. Dan tidak ada makna ketundukan disini, kecuali melakukan semua yang diperintahkan Rasul dan menjauhi semua yang beliau larang:"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya".(QS.Al-Hasr: 7)"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa:65) Menjadi jelas di sini bahwa orang yang tidak mengikuti Sunah Nabi dan berpendapat bahwa beramal dengan hadist Nabi bukanlah hal yang wajib, maka orang tersebut adalah pembohong atas pengakuannya mencintai Allah.Dan di ayat yang lain, Allah tidak memberikan alternatif lain bagi kaum muslim ketika Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu hukum, kecuali hanya mematuhinya dan Dia mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang menyalahi perintah Rasul."Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata".(QS.Al-Ahzab:65) "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (QS. An-Nur:63).Dalil As-SunahNabi Muhammad saw ketika khutbah wada' (haji perpisahan) bersabda, ''Aku tinggalkan untukmu dua perkara, seandainya kau berpegang teguh dengan keduanya maka kamu semua tidak akan tersesat selamanya , yaitu Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya". (HR. Malik Bin Anas)Hadis Nabi saw, "ingatlah sesungguhnya aku telah diberi Al-Quran dan yang menyerupainya bersamanya. Hati-hatilah, hampir saja lelaki yang kekenyangan di atas permadaninya berakata: Atas kamu Al-Quran ini (saja), maka apa yang kau dapati di dalamnya halal maka halalkanlah, dan apa yang kau dapati haram maka haramkanlah. Ingatlah, sesungguhnya apa yang diharamkan Rasul sama dengan apa yang diharamkan oleh Allah." (HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud)Imam Khutobiy berkomentar tentang hadis ini bahwa yang dimaksud sesuatu yang menyerupai Al-Quran adalah As-Sunah, dan Rasulullah mengingatkan kita untuk berhati-hati agar tidak menentang hukum yang ada di dalam Sunah, akan tetapi tidak ada di dalam Al-Quran, karena keduanya sama-sama wahyu dari Allah. Lelaki kekenyangan di atas permadani adalah simbol orang bodoh akibat terbisa kekenyangan atau disibukan dengan hidup berlebihan dan tidak mau keluar menuntut ilmu karena selalu sibuk di atas permadaninya, sehingga berkata: hukum hanya ada di Al-Kitab, dan meninggalkan As-Sunah. Imam Khutobiy mengambil contoh sekte Khowarij dan Rofidoh sebagai ahli bid'ah yang beramal hanya dengan Al-Quran dan meninggalkan As-Sunah.Mengingat sangat pentingnya As-Sunah, Rasulullah memerintahkan agar berpegang teguh dengan As-Sunah, dengan perumpamaan menggigitnya dengan gigi geraham dan orang yang menolaknya adalah menolak masuk surga:"Ambilah Sunahku dan Sunah Khulafaurrosidiin yang selalu mendapat hidayah setelahku, berpeganglah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham".(HR.Abu Dawud) "Semua umatku akan masuk surga, kecuali orang menolak. Para sahabat bertanya: ya Rasulullah! Siapa orang yang menolak? Rasulullah menjawab: barang siapa yang taat kepadaku maka dia akan masuk surga dan barang siapa durhaka kepadaku maka dialah orang yang menolak untuk masuk surga" (HR.Bukhori).Dalil Aqliy (Rasional)1. Allah swt mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengikuti wahyu-Nya. Cara menyampaikan adalah dengan membacakan Al-Quran dan menjelaskan isinya adalah tugas Rasul. Rasul terjaga dari kesalahan dan dosa (ma'sum), maka dengan ini syariat adalah Al-Quran dan perkataan Rasul (As-Sunah).2. Kehujahan As-Sunah tidak tergantung pada Al-Quran, akan tetapi cukup dengan kem'asuman Nabi dan banyaknya mukjizat selain al Quran yang dia miliki untuk menetapkan bahwa sesuatu yang berasal dari Nabi dapat menjadi hujah dengan sendirinya. Hal ini sesuai dengan ketetapan ulama kalam bahwa seorang Rasul tidak disaratkan adanya kitab suci ketika dia membawa risalah, akan tetapi hanya disyaratkan adanya syariat yang diturunkan kepadanya untuk disampaikan kepada umatnya dan memperlihatkan mu'jizat yang dia miliki.Seperti ketika Allah mengutus Nabi Musa as kepada Firaun dan Bani Israil di Mesir, ketika itu Kitab Taurat belum diturunkan kepadanya, karena Taurat turun setelah kematian Firaun dan keluarnya Bani Israil dari Mesir. Dari kisah Nabi Musa ini dapat diambil dalil bahwa orang yang menentang Nabi Musa sebagai Rasul --setelah memperlihatkan mukjizat-- adalah orang yang durhaka dan berhak mendapat laknat dan azab dari Tuhan. Kehujahan wahyu Nabi yang tak dibacakan (al-wahyu ghoirul matlu:As-Sunah) tidak tergantung pada adanya wahyu yang dibacakan (al-wahyu al-matlu:Al-Quran), yang keduanya sama-sama dari Allah dan masing-masing dapat menjadi dalil secara independen (mustaqil).3. Banyaknya kewajiban yang ditetapkan Allah dalam Al-Quran yang masih global dan petunjuk pelaksanaanya tidak dijelaskan dan hanya dijelaskan oleh As-Sunah, seperti sholat, zakat, haji, potong tangan bagi pencuri, dan yang lainnya, yang masih membutuhkan penjelasan dan rincian. Dan dengan ini As-Sunah menjadi penting. Allah berfirman: “dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,” (QS.An-Nahl:44)Di dalam ayat ini Nabi Muhammad dengan Sunahnya adalah sebagai pemberi penjelasan isi Al-Quran. Hal ini menunjukan kewajiban untuk mengamalkan Sunah Nabi. Jika tidak, maka kita tidak mungkin mengamalkan perintah-perintah yang ada di dalam Al-Quran tersebut. Memperhatikan betapa pentingnya As-Sunah, Imam Auza'i berkata, "Al-Quran itu lebih membutuhkan As-Sunah dibanding As-Sunah terhadap Al-Kitab". Pernyataan Imam Auza'i ini didasari pertimbangan yang telah saya sebut di atas.Hubungan As-Sunah dengan Al-QuranHubungan As-Sunah kepada Al-Quran dari segi kedudukannya sebagai hujah dan sumber untuk menggali hukum, maka As-Sunah adalah sumber setelah Al-Quran. Hal ini karena Al-Quran pasti sahih dari segi riwayat (maqtu' bih), sedangkan As-Sunah sebagian pasti dan sebagian tidak (madznunah). As-Sunah adalah penjelasan (al-bayan) dari Al-Quran, maka yang diberi penjelasan (Al-Quran) harus didahulukan dan mengikuti petunjuk Hadis Nabi. Rasulullah kepada sahabat Muadz berkata, "Jika datang kepadamu masalah, dengan apa kau akan menghukumi?" Mua'dz menjawab, "Aku putuskan dengan Kitabullah". Jika tidak kau temukan? Dengan Sunah Rasul, jika tidak kau temukan? Aku akan berijtihad dengan pendapatku." (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad). Adapun hubungan As-Sunah dengan Al-Quran dinilai dari hukum yang ada, maka terdiri dari tiga hal;Pertama, As-Sunah sebagai penetap dan penguat hukum yang telah ada di dalam Al-Quran. Maka dengan ini hukum tersebut memiliki dua sumber dan dua dalil; dalil Al-Quran dan dalil penguat, As-Sunah. Hukum-hukum tersebut seperti perintah untuk melaksanakan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, haji ke Baitullah, berbuat baik terhadap perempuan, larangan menyekutukan Allah (syirik), bersaksi palsu, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh tanpa alasan yang benar, dan perintah ataupun larangan yang lain di dalam Al-Quran dan dikuatkan oleh As-Sunah. Yang keduanya digunakan sebagai dalil.Kedua, As-Sunah sebagai perinci (mufasilah) dari dalil yang masih global (mujmal) dari Al-Quran, sebagai pentafsir (mufasiroh) dari dalil yang masih samar (mubham), sebagai pemberi batas (muqoyidah) dari dalil yang masih mutlaq, dan memberi pengkhususan (mukhosisoh) dari dalil yang masih umum ('am) dari Al-Quran.Ketiga, As-Sunah sebagi dalil independen (mustaqil) di dalam menetapkan hukum.Di dalam As-Sunah terdapat dalil berbentuk perintah dan larangan, tanpa ada di dalam Al-Quran, sehingga hukum ditetapkan berdasarkan As-Sunah, bukan Al-Quran. Di dalam bentuk perintah, seperti kewajiban zakat fitrah, menolong orang yang dianiaya, dan lain-lain. Di dalam bentuk larangan seperti hukum dilarangnya bagi suami untuk berpoligami dengan mengumpulkan perempuan bersama bibi perempuan tersebut (bibi dari pihak ayah atau ibu), hukum haramnya bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan, hukum haramnya memakan daging binatang buas yang bertaring, dan lain-lain.Imam Syafii menyatakan, "Apabila As-Sunah adalah tambahan Al-Quran, maka As-Sunah mengikuti dan kembali kepada Al-Quran dan masuk di bawah dasar-dasar umum syariat Al-Quran. Ijtihad hukum Rasulullah berpangkal pada Al-Quran dan ruh syariat. Dengan ini, maka tidak mungkin akan terjadi pertentangan dan perselisihan antara Al-Quran dan As-Sunah."Imam Saukani dan Imam Syafii menyatakan, "Pengingkaran terhadap Sunah berkonsekuensi bahaya di dalam agama, dan membuat kita tidak faham shalat, zakat, haji, dan kewajiban-kewajiban lain yang masih global dalam Al-Quran yang dijelaskan oleh Sunah. Kecuali dengan perkiraan bahasa saja. Dengan sebab ini, gugurlah shalat, zakat, hal yang telah diketahui turun-temurun oleh semua orang wajibnya. Sehingga mengetahui hal tersebut adalah pengetahuan pokok dalam agama. Orang yang mengingkari Sunah tidak ada arti apa-apa di dalam Islam."Ibnu Badron berkata, "Setiap orang yang berpengetahuan mengetahui bahwa tetapnya kehujahan Sunah dan independensinya dalam menetapkan hukum adalah hal pokok dalam agama, dan tidak mengingkari hal tersebut kecuali orang yang merugi dalam Islam." Wallahu a'lam bis showab.[zg/www.hidayatullah.com]

http://kaligrafi-online.iscool.net
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syariah, Universitas Al-Ahgoff, Hadaramaut, Yaman.