A. Sejarah
Patut disyukuri bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki latar belakang kebanggaan sejarah yang luar biasa yakni sebagai kerajaan tertua di Indonesia, dimana pada abad ke IV telah berdiri kerajaan bercorak Hindu India yang bernama Kerajaan Kutai Mulawarman atau lebih sering dikenal dengan Kerajaan Mulawarman.
Penafsiran para ahli sejarah menyimpulkan bahwa sesungguhnya Kerajaan Kutai Mulawarman adalah Kerajaan Kutai yang berdiri di Martapura, Muara Kaman sehingga sering disebut Kerajaan Martapura atau Martadipura. Kesimpulan tersebut berdasarkan catatan sejarah dari Cina dan India yang menyebut dengan tegas adanya kerajaan Kho Thay (Bahasa Cina) yang berarti kerajaan besar dan Quetaire (Bahasa India) yang berarti hutan belantara.
Kerajan Kutai Mulawarman (Martadipura) didirikan oleh pembesar kerajaan Campa (Kamboja) bernama Kudungga, yang selanjutnya menurunkan Raja Asmawarman, Raja Mulawarman, sampai 27 (dua puluh tujuh) generasi Kerajaan Kutai Mulawarman yaitu sebagai berikut: Kudungga, Asmawarman, Mulawarman, Sri Warman, Mara Wijaya Warman, Gayayana Warman, Wijaya Tungga Warman, Jaya Naga Warman, Nala Singa Warman, Nala Perana Warmana Dewa, Galingga Warman Dewa, Indara Warman Dewa, Sangga Wirama Dewa, Singa Wargala Warmana Dewa, Candra Warmana, Prabu Mulia Tungga Dewa, Nala Indra Dewa, Indra Mulia Warmana Tungga, Srilangka Dewa, Guna Perana Tungga, Wijaya Warman, Indra Mulia, Sri Aji Dewa, Mulia Putera, Nala Pendita, Indra Paruta Dewa, dan Darma Setia.
Sementara itu pada abad XIII di muara Sungai Mahakam berdiri Kerajaan bercorak Hindu Jawa yaitu Kerajaan Kutai Kertanegara yang didirikan oleh salah seorang pembesar dari Kerajaan Singasari yang bernama Raden Kusuma yang
kemudian bergelar Aji Batara Agung Dewa Sakti dan beristerikan Putri Karang Melenu sehingga kemudian menurunkan putera bernama Aji Batara Agung Paduka Nira.
Proses asimilasi (penyatuan) dua kerajaan tersebut telah dimulai pada abad XIII dengan pelaksanaan kawin politik antara Aji Batara Agung Paduka Nira yang mempersunting Putri Indra Perwati Dewi yaitu seorang puteri dari Guna Perana Tungga salah satu Dinasti Raja Mulawarman (Martadipura), tetapi tidak berhasil menyatukan kedua kerajaan tersebut. Baru pada abad XVI melalui perang besar antara kerajaan Kutai Kertanegara pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji Ing Mendapa dengan Kerajaan Kutai Mulawarman (Martadipura) pada masa pemerintahan Raja Darma Setia.
Dalam pertempuran tersebut Raja Darma Setia mengalami kekalahan dan gugur di tangan Raja Kutai Kertanegara Aji Pangeran Sinum Panji, yang kemudian berhasil menyatukan kedua kerajaan Kutai Tersebut sehingga wilayahnya menjadi sangat luas dan nama kerajaannyapun berubah menjadi Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martadipura yang kemudian menurunkan Dinasti Raja-raja Kutai Kertanegara sampai sekarang.
Literatur sejarah menyebutkan bahwa sejak abad XIII sampai tahun 1960 yang menjadi Raja (sultan) Daerah Swapraja (Kerajaan Kutai Kertanegara) berdasarkan tahun pemerintahannya adalah sebagai berikut:
1.1300 - 1325 Aji Batara Agung Dewa Sakti
2.1350 - 1370 Aji Batara Agung Paduka Nira
3.1370 - 1420 Aji Maharaja Sultan
4. 1420 - 1475 Aji Raja Mandarsyah
5. 1475 - 1525 Aji Pangeran Tumenggung Jaya Baya (Aji Raja Puteri)
6. 1525 - 1600 Aji Raja Mahkota
7. 1600 - 1605 Aji Dilanggar
8. 1605 - 1635 Aji Pangeran Sinum Panji Mendopo
9. 1635 - 1650 Aji Pangeran Dipati Agung
10. 1650 - 1685 Aji Pageran Mejo Kesumo
11. 1685 - 1700 Aji Begi gelar Aji Ratu Agung
12. 1700 - 1730 Aji Pageran Dipati Tua
13. 1730 - 1732 Aji Pangeran Dipati Anum Panji Pendopo
14. 1732 - 1739 Sultan Aji Muhammad Idris
15. 1739 - 1782 Aji Imbut gelar Sultan Muhammad Muslihuddin
16. 1782 - 1850 Sultan Aji Muhammad Salehuddin
17. 1850 - 1899 Sultan Aji Muhammad Sulaiman
18. 1899 - 1915 Sultan Aji Alimuddin
19. 1915 - 1960 Sultan Aji Muhammad Parikesit
20. 1960 - sekarang, Sultan Haji Aji Muhammad Salehuddin II
B. Pemerintahan
Literatur sejarah menyatakan bahwa pada tanggal 17 Juli 1863 Kerajaan Kutai Kertanegara mulai menjadi daerah Swapraja sebagai bagian dari Kerajaan Hindia Belanda, akibat ditanda tanganinya Lange Contract oleh Sultan Kutai pada waktu itu karena kalah perang.
Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 daerah Swapraja Kutai Kertanegara mendapat pengaturan tersendiri dan mempunyai kedudukan istimewa. Sultan selaku kepala Swapraja dinobatkan sebagai Koo, yang berarti mempunyai kedudukan jelas sebagai anggota keluarga dari Raja Jepang. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan putusnya hubungan dengan kerajaan Belanda dan kemudian menunjukkan kesetiaan pada kerajaan Jepang.
Akan tetapi pada tahun 1945 Kalimantan Timur berhasil diduduki kembali oleh Belanda termasuk daerah Swapraja Kutai Kertanegara dan pada tahun 1947 Kalimantan Timur dibentuk menjadi Federasi dengan status Satuan Kertanegaraan yang berdiri sendiri dan terdiri atas daerah-daerah Kesultanan Kutai, Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir dengan sebutan Swapraja.
Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 1949 masuk dalam wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada tanggal 10 April 1950 Federasi Kalimantan Timur masuk dalam Republik Indonesia (yang beribukota di Yogyakarta).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2004 3
Kemudian pada tanggal 7 Januari 1953 berdasarkan Undang-Undang Darurat nomor 3 tahun 1953 maka daerah Swapraja Kutai Kertanegara diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom atau daerah istimewa tingkat Kabupaten. Akan tetapi pada tahun 1959 status daerah istimewa tersebut dihapus melalui Undang-Undang nomor 27 tahun 1959 dan dibagi menjadi Daerah Swatantra yang meliputi :
1. Kotapraja Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan
2. Kotapraja Samarinda dengan Ibukota Samarinda
3. Daerah Tingkat II Kutai dengan Ibukota Tenggarong
Dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 1995, pada tahun 1995/1996 Kabupaten Dati II Kutai menjadi salah satu Daerah percontohan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Selanjutnya melalui Undang-Undang Nomor 47 tahun 1999 Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai dimekarkan menjadi 3 daerah kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang.
Untuk melestarikan warisan kebanggaan sejarah kerajaan Kutai tersebut, maka Kabupaten Kutai yang ada pada saat ini lebih dikenal dengan sebutan kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah 27.263,1 km2 yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan 194 desa/kelurahan.
Dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka telah terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap sistem Pemerintahan di Daerah. Perubahan tersebut antara lain dengan adanya pergeseran kewenangan yang sangat luas dari pemerintah Pusat yang sentralistik kepada Pemerintah Daerah (desentralisasi) yang lebih bersifat otonom sehingga pemberlakuan kedua Undang-undang tersebut sering disebut era Otonomi Daerah.
Dalam menjalankan Pemerintahan Kepala Daerah Kabupaten (Bupati) tidak lagi bertanggung jawab kepada Gubernur tetapi bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan dalam melaksanakan tugas-tugasnya Bupati dibantu oleh seorang wakil Bupati yang juga dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2004 4
Sebagai referensi berikut disajikan risalah pejabat Kepala Daerah (Bupati) Kutai sejak menjadi daerah otonom (Daerah Tingkat II) dari tahun 1960 sampai sekarang.
*Monografi Kabupaten Kutai Kartanegara 2004 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar