Sabtu, 27 September 2008

Keniscayaan Keruntuhan Kapitalisme

Keniscayaan Keruntuhan Kapitalisme

HTI-Press. Bagi kaum sekular dan liberal di Barat, peradaban Kapitalisme dianggap peradaban yang paling hebat. Francis Fukuyama, pemikir Amerika asal Jepang, bahkan mengklaim dengan hancurnya Komunisme awal 1990-an, bahwa peradaban Kapitalisme telah menjadi babak akhir sejarah (the end of history). (Usman, 2003: 43).

Apakah kehancuran Komunisme berarti kehebatan Kapitalisme? Nanti dulu. Mantan Presiden AS Richard Nixon sendiri tak begitu yakin akan kemampuan Kapitalisme. Dalam bukunya Seize the Moment, Nixon menceritakan pertemuannya dengan Presiden Soviet Kruschev. “Anak-cucumu nanti akan hidup di bawah naungan Komunisme,” kata Kruschev kepada Nixon. Lalu Nixon menjawab, “Justru anak-cucumu yang nanti akan hidup dalam kebebasan.” Nixon pun berkomentar, “Saat itu aku yakin apa yang dikatakan Kruschev salah, tetapi aku justru tak yakin dengan ucapanku sendiri.” (Usman, 2003:46).

Walhasil, keruntuhan Komunisme tidaklah otomatis menunjukkan bahwa Kapitalisme itu hebat. Sebab, sebenarnya Kapitalisme tak kalah rusaknya dengan Komunisme. Kerusakan Kapitalisme inilah yang dibongkar total oleh Hamad Fahmi Thabib (Abu al-Mu’tashim) dalam kitabnya, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’sumaliyah al-Gharbiyah (Keniscayaan Runtuhnya Kapitalisme Barat). “Kerusakan adalah tanda awal kehancuran,” tegas beliau dalam kitabnya itu (h. 490). Kitab inilah yang akan kita telaah kali ini.

Hamad Fahmi Thabib adalah seorang ulama dan pemikir Hizbut Tahrir dari Baitul Maqdis, Palestina. Di tanah yang penuh berkah itulah beliau menulis kitabnya tersebut tahun 2004, dengan tebal 502 halaman. Thabib juga dikenal dengan karya-karya lainnya yang cemerlang dan visioner, yaitu kitab Al-Mu’âhadât fî asy-Syarî’ah al-Islâmiyah (Hukum Perjanjian dalam Syariah Islam) (2002), dan kitab Al-Khilâfah ar-Rasyîdah al-Maw’ûdah wa at-Tahaddiyât (Khilafah Rasyidah yang Telah Dijanjikan dan Tantangan-Tantangannya) (Jakarta: HTI Press), 2008.

Gambaran Isi Kitab

Thabib melihat dengan penuh keprihatinan bahwa umat manusia, terutama di Barat, kini tengah hidup menderita di bawah cengkeraman Kapitalisme. Dalam berbagai sistem kehidupannya, khususnya sistem politik, ekonomi, dan sosial, manusia gagal menikmati hidup yang sejahtera dan bahagia. Mereka mencari jalan menuju keselamatan (tharîq an-najâh), namun tak tahu harus melangkah ke mana.

Itulah yang melatarbelakangi Thabib menulis kitab ini. Dengan kitabnya ini, Thabib bertujuan untuk membongkar kerusakan kapitalisme-demokrasi dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial, serta menunjukkan bahwa tidak ada lagi jalan selamat kecuali kembali pada ideologi Islam. (h. 9).

Metode penulisan Thabib untuk mencapai tujuannya itu cukup sistematik. Thabib mengkritik lebih dulu asas peradaban Kapitalisme, yaitu ide sekularisme, sebelum mengkritik sistem-sistem kapitalis yang lahir dari asas itu, yaitu sistem politik, ekonomi, dan sosial. Thabib juga melakukan studi komparasi antara sistem-sistem kapitalis tersebut, dengan sistem-sistem selevel dalam Islam.

Berdasarkan metode itu, Thabib menjelaskan pikirannya dalam 3 (tiga) bab utama untuk menerangkan kerusakan Kapitalisme, yaitu: Pertama, kerusakan sistem politiknya (h. 67-258). Kedua, kerusakan sistem ekonominya (h. 259-375). Ketiga, kerusakan sistem sosialnya (h. 376-488). Pada masing-masing bab, setelah menerangkan kerusakannya, Thabib secara kontras langsung membandingkan dengan sistem Islam.

Sekularisme Sumber Kerusakan

Sebelum menerangkan kerusakan Kapitalisme dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial, Thabib lebih dulu menerangkan sumber kerusakannya. Ibarat pohon, Kapitalisme mempunyai akar tunggang yang menjadi sumber segala masalah, yaitu sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Sekularisme adalah paham rusak, karena tidak memuaskan akal dan tidak selaras dengan fitrah manusia (h. 30). Disebut tak memuaskan akal, karena sekularisme hanya jalan tengah (al-hall al-wasath) antara dua kutub ekstrem, yaitu ketundukan total pada dominasi Gereja di satu sisi dan penolakan total terhadap agama Katolik di sisi lain. Akhirnya, diambil jalan tengah sebagai hasil langkah pragmatis, bukan hasil proses berpikir yang masuk akal. Tunduk total pada Gereja tidak, menolak total agama Katolik juga tidak. Jadi agama tetap diakui keberadaannya, tetapi hanya berfungsi di Gereja, tidak boleh lagi berperan di sektor publik seperti politik, ekonomi, dan sosial sebagaimana di Abad Pertengahan (486–1453 M). Bangsa Eropa Kristen sudah kapok hidup terbelakang pada abad-abad kegelapan itu, ketika Gereja membunuh 300 ribu ilmuwan, 32 ribu di antaranya dibakar hidup-hidup. (h. 24).

Disebut tak sesuai fitrah, karena sekularisme telah menafikan naluri beragama (gharîzah tadayyun), sebagai bagian dari fitrah manusia. Padahal naluri beragama secara natural mengakui kelemahan dan ketidakmampuan diri dalam mengatur kehidupan. Thabib lalu menegaskan, “Kerusakan pada asas yang mendasari Kapitalisme Barat inilah yang membawa atau mengakibatkan rusaknya segala aspek kehidupan praktis manusia.” (h. 50).

Kerusakan Sistem Politik

Sistem politik Barat adalah sistem rusak, baik politik dalam negeri maupun luar negerinya. Kerusakannya ada pada dua aspek: Pertama, pada sistemnya secara normatif (fikriyah); Kedua, pada praktiknya secara empiris (amaliyah). Sumber kerusakannya terpulang pada ide sekularisme, yang melenyapkan aspek spiritual (nâhiyah rûhiyah) dalam politik dan hanya menonjolkan pertimbangan materi. (h. 69).

Politik dalam negeri Barat tampak dalam penerapan ide kebebasan, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Penerapan ketiga ide ini boleh dibilang tidak ada, atau kalaupun ada, sangat banyak kekangannya. Kebebasan beragama tidak dinikmati umat Islam secara wajar di Barat, karena mereka sering dilarang atau dibatasi untuk memiliki masjid. Bahkan di Prancis Muslimah dilarang memakai kerudung. Kebebasan berperilaku juga banyak mengalami kekangan, misal ada UU yang melarang poligami (h. 80).

Mengenai demokrasi, faktanya kedaulatan bukanlah di tangan rakyat, melainkan di tangan pemilik modal. Untuk menjadi anggota Senat diperlukan biaya 427.117 dolar AS, dan untuk menduduki jabatan presiden perlu 500 miliar dolar AS (data 1989). Praktik HAM juga menjadi tanda tanya besar, karena dengan mekanisme pasar, hak dasar manusia (sandang, pangan, & papan), hanya dapat diakses oleh orang kaya, bukan orang miskin. (h. 96).

Politik luar negeri ala Kapitalisme juga penuh kerusakan. Thabib menjelaskan bahwa politik luar negeri kapitalis dibangun atas dasar imperialisme—dalam segala bentuknya—yang tak lepas dari karakter materialistik alias menghisap kekayaan. (h. 111). Imperialisme ini dapat berbentuk perang militer secara langsung untuk meraih hegemoni politik dan ekonomi, seperti yang dilancarkan AS di Panama, Irak, dan Afganistan. Imperialisme dapat pula berbentuk penjajahan ekonomi melalui penguasaan moneter dan utang jangka panjang untuk menancapkan dominasi politik dan politik atas negeri yang berhutang. Dapat pula imperialisme itu berbentuk pengendalian lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan segenap organisasinya, atau berbentuk penyebaran ide-ide yang menyesatkan seperti globalisasi, WTO, dan perdagangan bebas. (h. 121). Imperialisme juga dilaksanakan melalui kaum liberal kaki-tangan Barat untuk menyerang hukum-hukum Islam, seperti poligami, khitan perempuan, atau talak yang dianggap sebagai penindasan atas perempuan. (h. 126).

Setelah menerangkan kerusakan sistem politik Barat, Thabib kemudian menerangkan sistem politik yang benar, yaitu sistem politik Islam, baik politik dalam negeri maupun luar negerinya. (h. 166). Sistem politik Islam dibangun di atas dasar akidah islamiyah, sehingga berbagai aturannya akan bersifat spiritual (ruhiah), yaitu terkait dengan Allah Swt., terkait dengan pahala dan dosa. Sistem yang demikian akan menentukan makna kebahagiaan bagi individu. Orang akan bahagia saat merasa telah menaati Allah dan merasa mendapat pahala. Sebaliknya, orang akan merasa khawatir saat berbuat maksiat kepada Allah dan merasa mendapat dosa (h. 172).

Itu sangat berbeda dengan sistem politik kapitalis yang kosong dari aspek spiritual sehingga hanya mempertimbangkan aspek materi untuk menentukan bahagia-tidaknya seseorang. Faktanya, materi berlimpah tidak menjamin kebahagiaan. Thabib menceritakan kisah putra direktur perusahaan mobil Opel (Jerman). Sang putra mendapat limpahan harta yang tak terbatas. Sarapan pagi di Berlin, makan siang di Paris, dan makan malam di London. Menggunakan pakaian dan mobil terbaik. Teman perempuan bergonta-ganti. Tapi, dia merasa hampa dan akhirnya ditemukan mati bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri. Dia menulis surat, “Aku mengira kebahagiaan ada pada traveling (tamasya), tapi aku tak menemukannya. Aku pun mengira kebahagiaan ada pada perempuan, tapi aku pun tak mendapatkannya. Aku mengira kebahagiaan ada pada makanan dan minuman, tapi aku juga tak menemukannya. Mungkin aku dapat menemukan kebahagiaan di alam lain…” (h. 173).

Tujuan sistem politik Islam bukanlah untuk menghisap kekayaan, melainkan untuk beribadah kepada Allah Swt., di bawah pimpinan Khalifah. Sistem Khilafah inilah yang akan mewujudkan ketenteraman (thuma’ninah) dengan menjamin keamanan, jaminan kebutuhan pokok, dan keadilan di dalam negeri. (h. 173).

Politik luar negeri Islam dengan jihad fi sabilillah juga bukan bertujuan materi, tetapi bertujuan dakwah dan menerapkan Islam. Thabib membuktikan bahwa penduduk yang ditaklukkan melalui jihad akhirnya memeluk Islam secara sempurna seperti para penakluknya. Ini menujukkan hubungan yang baik antara penakluk dan yang ditaklukkan, karena adanya penerapan hukum Islam secara baik. Sejarah mengisahkan penaklukan Samarkand di Asia Tengah yang unik. Samarkand ditaklukkan secara militer tanpa didahului dakwah dan tawaran jizyah. Lalu penduduknya yang non-Muslim melakukan protes kepada hakim. Hakim memutuskan telah terjadi penyimpangan, lalu memerintahkan pasukan Islam untuk keluar dari Samarkand dan mengulang proses penaklukan. Pasukan Islam diharuskan lebih dulu mendakwahi penduduknya agar masuk Islam atau menawari mereka membayar jizyah. Melihat keputusan hakim yang adil, penduduk Samarkand malah masuk Islam (h. 226).

Kerusakan Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi Kapitalisme didasarkan pada asas kebebasan, meliputi kebebasan kepemilikan harta, kebebasan pengelolaan harta, dan kebebasan konsumsi. Asas kebebasan ini, menurut Thabib, tidak layak karena melanggar segala nilai moral dan spiritual. Bisnis prostitusi, misalnya, dianggap menguntungkan, meski jelas sangat melanggar nilai agama dan merusak institusi keluarga (h. 271).

Kerusakan sistem ekonomi Kapitalisme juga dapat dilihat dari berbagai institusi utama Kapitalisme, yaitu sistem perbankan, sistem perusahaan kapitalisme (PT) dan sistem uang kertas (fiat money). Berbagai krisis ekonomi dan moneter sering bersumber dari sistem-sistem tersebut (h. 277).

Sistem ekonomi Islam sangat bertolak belakang dengan sistem ekonomi Kapitalisme. Asasnya adalah wahyu yang selalu mengaitkan akidah Islam dengan hukum-hukum ekonomi. Jadi, barang dilihat dari segi halal dan haram, bukan dari segi bermanfaat atau tidak. Bisnis prostitusi yang dibolehkan Kapitalisme dianggap ilegal karena hukumnya haram dalam Islam (h. 300).

Islam juga menolak institusi utama Kapitalisme. Sistem perbankan ditolak karena ribawi, sistem perusahaan Kapitalisme ditolak karena bertentangan dengan hukum syirkah (perusahaan syariah), dan sistem uang kertas ditolak karena bertentangan dengan sistem moneter Islam yang berbasis emas dan perak (h. 333).

Kerusakan Sistem Sosial

Sistem sosial (nizhâm ijtimâ’i) di Barat juga penuh dengan kerusakan, karena asasnya adalah sekularisme. Akibatnya, interaksi pria wanita kering dari nilai sipiritual dan hanya didominasi pertimbangan materi semata (h. 375).

Sekularisme juga menyebabkan wanita hanya dianggap komoditas dagang dan pemuas nafsu laki-laki semata. Perselingkuhan dianggap “pertemanan”, cerai dilarang, tetapi poligami justru dianggap perbuatan kriminal (h. 379-388).

Sistem sosial yang bobrok seperti ini telah terbukti menghancurkan institusi keluarga, menyebarkan penyakit kelamin, menimbulkan kebejatan moral dan melahirkan anak-anak hasil zina (h. 398).

Sistem sosial Islam asasnya adalah akidah Islam yang selalu mengaitkan interaksi pria wanita dengan pahala dan dosa (h. 439). Wanita dianggap sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, juga sebagai kehormatan yang wajib dijaga. Perselingkuhan diharamkan, cerai dibolehkan, dan poligami tak dilarang.

Thabib berulang-ulang menegaskan, keruntuhan Kapitalisme akan terjadi cepat atau lambat, sebagaimana Sosialisme; karena asasnya telah rusak, demikian pula berbagai sistem kehidupan yang dibangun di atas asas itu. Hanya Islam saja yang menjadi jalan keselamatan (tharîq an-najâh) umat manusia, bukan yang lain. [KH. M. Shiddiq Al-Jawi]

Daftar Bacaan

Al-Basyr, Muhammad bin Saud. Amerika di Ambang Keruntuhan (As-Suqûth min ad-Dâkhil). Penerjemah Mustholah Maufur. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar). 1995.

Risen, James. Negara Haus Perang (State of War). Penerjemah Joko Subinarto. (Bandung: Zenit). 2007.

Shoelhi, Mohammad. Di Ambang Keruntuhan Amerika. (Jakarta: Grafindo Khazanah Islam). 2007.

Shutt, Harry. Runtuhnya Kapitalisme (The Decline of Capitalism). Penerjemah Hikmat Gumilar. (Jakarta: Teraju, 2005).

Usman, Muhammad Nuroddin. Menanti Detik-Detik Kematian Barat. (Solo: Era Intermedia). 2003.

Sabtu, 20 September 2008

5 Pandangan Barat Yg Berbahaya

Lima Dasar Pandangan Barat Yang Berbahaya (Dicuplik dari Hidayatullah. com)

Di bawah ini adalah dasar-dasar utama yang digunakan oleh Barat dan AS untuk melancarkan serangannya melawan kaum muslimin Setelah lebih 79 tahun berlalu (sejak runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki pada Maret 1924) umat Islam di seluruh dunia bak anak ayam yang kehilangan ibunya (Daulah Khilafah).

Umat Islam di mana pun mereka berada tergapai-gapai mencari secuil simpati akibat penindasan dan permasalahan yang datang secara bertubi-tubi dan tak kunjung henti-hentinya setelah ‘ibu’ mereka telah tiada. Penduduk bumi yang sebelah Barat sana telah membawa pisau (yang digunakan untuk menyembelih dan membunuh ibu mereka) kepada kaum muslimin yang berlumuran darah dengan titisan darah ‘ibu’ mereka.

Yang kemudian dengan arah yang tak menentu orang-orang Muslim berjabat tangan dengan pembunuh yang memegang pisau yang masih menitiskan darah ibu mereka tanpa mereka sadari bahwa jabatan tangan itu jualah yang bakal menghancurkan mereka.

Barat yang diketuai oleh Amerika Serikat sebenarnya masih takut untuk melihat Islam itu bangkit kembali. Oleh yang demikian itu mereka dengan segala daya dan upaya untuk mencoba meraih perhatian kaum muslimin dan menjauhkan kaum muslimin dari pada pegangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Untuk itu mereka telah melancarkan berbagai macam serangan demi serangan untuk mencapai hasrat mereka.

Untuk melancarkan serangannya terhadap Dunia Islam, Amerika Serikat menyandarkan dirinya pada dasar-dasar sebagian utama di antranya berikut di bawah ini:

Pertama, Posisi Amerika Serikat dalam politik antara bangsa dan pengaruhnya yang kuat terhadap Dunia Islam. Keadaan ini terwujud setelah Perang Teluk II dan III yang telah menghasilkan keuntungan-keuntung an politik bagi AS, yaitu pemantapan hegemoninya di dunia Islam secara keseluruhan. Akibat adanya posisi dan pengaruh Amerika Serikat itu, Dunia Islam menjadi pihak yang paling banyak menerima tekanan-tekanan AS dan menjadi sasaran serangan AS yang bertujuan untuk menghancurkan Islam dengan cara memimpin dan mengajak kaum muslimin untuk menganut Kapitalisme yang demokratis.

Kedua, Kepemimpinan AS ke atas negara-negara kapitalis lain yang bercita-cita untuk turut serta dalam serangan yang dilancarkan AS. Selain itu, AS juga telah melemahkan pengaruh negara-negara kapitalis tadi dan menundukkan agen-agennya di dunia Islam demi kelancaran serangannya.

Meskipun demikian, negara-negara kapitalis tadi sebenarnya tak berbeda dengan AS dalam pandangannya terhadap Islam, yakni Islam dianggap sebagai bahaya laten yang mengancam negara-negara Kapitalis berikut seluruh pengaruh dan kepentingannya.

Ketiga, AS mempunyai legislatif dan alat antara bangsanya, yaitu PBB dan Piagam PBB, termasuk berbagai badan dan organisasi yang menginduk kepada PBB. Semua alat ini telah dikendalikan oleh AS untuk menjalankan strateginya dan memberikan legitimasi antara bangsa terhadap segala tindakan yang dianggap perlu dan menguntungkan bagi Amerika Serikat, baik tindakan dalam bidang politik, ekonomi, kemiliteran, dan yang lainnya.

Keempat, Sarana-sarana media massa antara bangsa telah dikuasai oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, kemudian dijadikan senjata paling mematikan untuk melancarkan serangan. Sarana-sarana itu dimanfa’atkan AS untuk menjajakan slogan-slogan yang mereka gunakan dalam serangan itu.

Melalui saranan-sarana ini,AS menggambarkan citra buruk mengenai Islam serta membangkitkan rasa benci dan permusuhan dunia terhadap orang-orang yang berpegang teguh pada Islam. Mereka yang konsisten terhadap Islam ini telah dilabel dan dicaci maki dengan bermacam-macam predikat: fundamentalis, radikalis, ekstrimis, teroris, dan sejenisnya.

Tidak diragukan lagi, senjata mereka ini sangatlah berbahaya, terutama setelah adanya revolusi komunikasi dan informasi yang berlangsung pada abad saat berjalan ini, sehingga dunia seakan-akan telah berubah menjadi sebuah desa kecil. Akibatnya, hampir-hampir tidak ada satu rumah pun di dunia ini yang tidak dimasuki oleh arus informasi, baik informasi yang dapat dibaca maupun yang bersifat audio visual.

Kelima, Dasar yang paling berbahaya ialah para penguasa yang menjadi agen AS dan sekutu-sekutunya, termasuk orang-orang yang ada di sekitar para penguasa tersebut. Orang-orang yang rapat dengan para penguasa ini terdiri dari para penjilat hina yang munafik, orang-orang lemah yang pragmatis dan para intelektual yang kenyang dengan kebudayaan Barat yang menjadi kafir dan tertipu oleh metode kehidupan mereka. Termasuk juga dalam kategori ini sebahagian orang yang pura-pura membela Islam, seperti para ulama pendukung penguasa, individu-individu tertentu yang ditonjol-tonjolkan sebagai intelektual muslim dan beberapa tokoh harakah (gerakan) Islam.

Pada hakikatnya, mereka ini tak lebih hanyalah orang-orang sekular yang mempropagandakan pemisahan agama dari kehidupan.

Semua pihak yang tersebut di atas telah berkomplot dan berkhidmat demi menyenangkan dan menjayakan serangan Amerika, yang sesungguhnya bertujuan menuntun kaum muslimin agar membuang ideologi Islam dan kemudian memeluk ideologi kapitalisme.

Dalam hal ini qaidah dan sarana yang digunakan oleh para penguasa dan para pecundangnya adalah dalam berbagai cara, di antaranya: 1. Menyesatkan umat Islam melalui berbagai macam media massa.

2. Memanipulasi pemahaman, pemikiran dan hukum Islam.

3. Menerapkan peraturan-peraturan yang menjadi kufur dan melegislasi berbagai hukum dan undang-undang untuk menerapkan peraturan kufur itu.

4. Mengadakan berbagai perjanjian dan kesepakatan agar negara-negara di Dunia Islam tetap lestari berada di bawah telapak kaki orang-orang kafir dan cengkeramannya.

5. Menjalankan rencana dan skenario yang dikarang oleh kaum kafir, yang bertujuan untuk menghina dinakan umat Islam dengan cara memusnahkan nilai-nilai luhur dalam ajaran Islam.

6. Menumpas secara paksa dan kejam terhadap para pejuang Islam yang telah sadar dan ikhlas dari kalangan putera-puteri umat Islam, dengan tujuan untuk membungkam mulut mereka dan menyebarkan rasa ngeri sekaligus melancarkan kejahatan terhadap rakyatnya sendiri. Dengan demikian, para penguasa itu berharap agar tiada seorang pun yang berani menyuarakan kebenaran secara terang-terangan, sehingga mereka akan lebih mudah menginjak-injak umat dan memimpin mereka agar rela/ridha meyakini kekufuran itu dan ikhlas diinjak-injak kaum kafir.

Kelima, dasar inilah merupakan dasar-dasar utama yang digunakan oleh AS untuk melancarkan serangannya melawan kaum muslimin. Serangan ini bertujuan untuk menghancurkan Islam dengan cara menggiring kaum muslimin untuk memeluk dan menganut ideologi Kapitalisme.

Serangan AS itu terwujud dalam empat slogan yang sebenarnya merupakan cabang ideologi Kapitalisme, yaitu: demokrasi, pluralisme, hak asasi manusia, dan politik pasar bebas.

Dasar (asas) slogan-slogan ini adalah aqidah Kapitalisme, yaitu aqidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) .

Aqidah ini, sebenarnya bukanlah hasil proses berfikir. Bahkan, tidak dapat dikatakan sebagai pemikiran yang logik. Aqidah pemisahan agama dari kehidupan tak lain hanyalah penyelesaian yang berkecenderungan ke arah jalan tengah atau bersikap moderat, antara dua pemikiran yang kontradik. Kedua pemikiran ini, yang pertama adalah pemikiran yang diserukan oleh tokoh-tokoh gereja di Eropah sepanjang Abad Pertengahan (abad 5 – 15 M), yakni keharusan menundukkan segala urusan dalam kehidupan menurut ketentuan agama. Sedangkan yang kedua, adalah pemikiran sebagian pemikir dan filosof yang mengingkari keberadaan Al-Khaliq.

Jadi, pemikiran pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang kontradik (membantah). Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Pertama, ialah mengakui kewujudan Al-Khaliq (Tuhan) yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Kedua, ialah mengingkari keberadaan Al-Khaliq. Dan dari sinilah dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan harus dibuang dari kehidupan. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan Al-Khaliq tidaklah lebih penting dari pada ketiadaanNya, maka ini adalah suatu ide yang tidak memuaskan akal dan tidak menenteramkan jiwa.

Jadi, berdasarkan fakta bahwa aqidah Kapitalisme adalah jalan tengah di antara pemikiran-pemikiran kontradiktif yang mustahil diselesaikan dengan jalan tengah, maka sudah cukuplah bagi kita untuk mengkritik dan membatalkan aqidah ini. Tidak ada bedanya apakah aqidah ini dianut oleh orang yang mempercayai keberadaan Al-Khaliq atau yang mengingkari keberadaanNya.

Tetapi dalam hal ini dalil aqli (dalil yang berlandaskan keputusan akal) yang qath’i (yang tidak diragukan lagi kebenarannya) , membuktikan bahwa Al-Khaliq itu ada dan Dialah yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dalil tersebut juga membuktikan bahwa Al-Khaliq ini telah menetapkan suatu peraturan bagi manusia dalam kehidupannya, dan bahwasanya Dia akan menghisab manusia setelah mati mengenai keterikatannya terhadap peraturan Al-Khaliq tersebut. Kendatipun demikian, pembahasan ini bukan untuk melakukan pembahasan mengenai kewujudan Al-Khaliq atau mengenai peraturan yang ditetapkan Al-Khaliq untuk manusia. Namun yang menjadi fokus pembahasan ini ialah aqidah Kapitalisme itu sendiri dan penjelasan mengenai kebathilannya. Dan kebathilan Kapitalisme cukup dibuktikan dengan menunjukkan bahwa aqidah Kapitalisme tersebut merupakan jalan tengah antara dua pemikiran yang kontradik, dan bahwa aqidah tersebut tidak dibangun atas dasar pembahasan akal.

Dengan merobohkan aqidah Kapitalisme ini, sesungguhnya sudah cukup untuk merobohkan ideologi Kapitalisme secara keseluruhan. Sebab, seluruh pemikiran cabang yang dibangun di atas landasan yang bathil pada hakikatnya adalah bathil juga. Dan ini berarti, tidak perlu lagi dibahas ide-ide pokok dalam Kapitalisme satu per satu secara terperinci. Namun, pembahasan secara terperinci terhadap ide-ide pokok itu kini telah menjadi satu keharusan, karena sebagian ide-ide tersebut telah dipasarkan secara universal dan diterima oleh sebahagian kaum muslimin. Selain itu, ide-ide tadi ternyata telah menjelma menjadi slogan-slogan yang digunakan Amerika untuk menyerang Islam dan umatnya dengan suatu serangan yang sangat ganas dan berbahaya.

Oleh kerana itu, ide-ide pokok tadi harus dibahas secara terperinci, kemudian diterangkan kekeliruannya dan pertentangannya dengan Islam. Dengan demikian, diharapkan kaum muslimin akan mengetahui bahwa mereka diharamkan untuk mengambil ide-ide tersebut. Lebih dari itu, mereka bahkan diwajibkan membuang sama sekali semua ide-ide itu dan menentang serta melawan siapa pun yang berusaha menjajakannya.

Seruan Kepada Kaum Muslimin

Menghadapi niyat jahat Amerika Serikat terhadap kita semua kaum muslimin, kita harus selalu waspada dan memahami hakikat berbagai perencanaan licik kaum kafir dan konco-konconya yang diarahkan kepada kita. Kita saat ini diseru untuk membela aqidah dan agama kita. Kita saat ini diseru untuk membela keberadaan kita sebagai sebuah umat, sebab sebuah umat akan tetap wujud dengan lestarinya ideologi mereka. Dan sebaliknya, umat itu akan hancur dengan punahnya ideologi mereka.

Saat ini adalah detik-detik kritikal yang akan menjadi pemisah antara perkara yang haq dengan yang bathil, antara kejayaan dan kebinasaan. Sadarilah, bahwa Amerika Serikat dan Barat yang kafir, juga para penguasa berserta pembela-pembelanya; yaitu orang-orang yang terpengaruh oleh Kapitalisme dan tertipu oleh metode hidupnya, para ahli politik, intelektual, ekonom, tokoh, juga para propaganda Demokrasi, Pluralisme, HAM, Politik Pasar Bebas; semuanya berada dalam satu barisan, yaitu barisan pembela kebathilan.

Sementara itu, para pengembang da’wah yang penuh kesadaran dan keikhlasan dan juga siapa saja dari kalangan putera-puteri umat ini yang masih memiliki ghirah (semangat) membela agama Allah, semuanya berada pada barisan yang sama, yaitu barisan pembela kebenaran. Sadarilah pula, bahwa pertempuran hidup mati ini akan menentukan nasib kita semua. Sebab sesudah pertempuran itu hanya ada dua pilihan: kemenangan dan kemuliaan di dunia dan akhirat; atau kebinasaan dan kehinaan di dunia dan akhirat. Na’udzubillah min dzalik.

Maka dari itu, setiap individu muslim dan mu‘min yang beriman kepada Allah dan RasulNya serta beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, saat ini benar-benar dituntut untuk bergabung dengan barisan pembela kebenaran. Sungguh, tidak ada pilihan lain saat ini, sebab tidak boleh lagi ada seorang muslim pun yang hanya menonton pertempuran hidup mati yang menentukan nasib kita semua ini.

Bahaya kemusnahan, tak diragukan lagi akan terus mengancam kita, selama kita tetap hidup seperti sekawanan ternak yang tersesat tanpa penggembala yang dapat menjaga dan membelanya dari segala bahaya yang mengancam.

Sedangkan, Islam telah mewajibkan adanya seseorang yang bertugas bagaikan penggembala bagi kita, yaitu seorang Khalifah yang akan kita bai’at untuk mengamalkan Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Benar-benar telah terlalu lama kita hidup tanpa Khalifah itu. 79 Tahun! Sungguh, ini adalah kema‘siyatan yang sangat besar di sisi Allah Azza wa Jalla. Bukankah Rasulullah saw telah bersabda:

“Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai’at (untuk Khalifah), bererti dia telah mati jahiliyah.” (HSR. Muslim)

Hanya Khalifah yang akan sanggup mempersatukan umat Islam. Dia tidak akan menyia-nyiakan atau membiarkan umatnya. Bahkan dia akan melawan dan menyerangnya segala gangguan dan kejahatan yang mengancam umat. Dialah yang akan mengembalikan umat kepada sifatnya yang asal —seperti yang dikehendaki Allah SWT atas umatNya— yaitu sebagai umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia.

Dan demi Allah, kita umat Islam sebenarnya mampu untuk melepaskan diri dari segala gelimang dosa dan belenggu penderitaan yang saat ini terjadi, jika kita semua berniyat secara ikhlas dan bertekad dengan benar untuk berjuang!

Orang-orang kafir dan konco-konconya —yang senantiasa menyerukan kesesatan— telah menyadari kemampuan kita. Oleh karena itu, para penguasa kita terus menyebarkan rasa takut dan pesimis di antara kita serta terus melancarkan kejahatan terhadap umatnya. Mereka bermaksud agar kita semakin tidak berani menyampaikan kebenaran secara terang-terangan, dan agar kita ridha menerima kekufuran dan ikhlas diinjak-injak kaum kafir.

Kita perlu diingat, bahwa Allah SWT telah memerintahkan kita untuk tidak takut kepada mereka dan hanya takut kepada Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang mafhumnya:

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka (orang-orang kafir), tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika kamu benar-benar orang-orang beriman.” (Ali ’Imran: 175)

Selain itu, Allah SWT juga telah berjanji kepada ummatNya bahwa Dia akan memberi pertolongan kepada ummat yang sekiranya ia mengerjakan perintah Allah. Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)

Yakinlah, bahwa Allah tidak akan mengingkari janjiNya. Maka dari itu, bangkitlah segera untuk mematuhi perintahNya dan menolong agamaNya dengan jalan memusnahkan dan mencampakkan ideologi Kapitalisme yang kufur itu dan ide apa pun yang dikatakan oleh Kapitalisme; seperti Demokrasi, Pluralisme, Hak Asasi Manusia, dan Politik Pasaran Bebas. Dan kita pun wajib menentang dan melawan siapa saja yang berupaya menjajakan dan menggembar-gemborka n ide-ide kufur itu.

Namun, hendaklah kalian menyadari bahwa perjuangan kita itu tak akan sempurna, kecuali berjuang bersama-sama dengan para pengembang da’wah yang ikhlas, untuk menegakkan Khilafah yang akan menjadi benteng sejati bagi kita sebagai pelindung dari segala ancaman dan bahaya kekufuran, perpecahan, gangguan dan kejahatan. Wahai kaum muslimin!

Marilah kita bersama-sama berjuang untuk menegakkan agama Allah SWT! “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu.” (Q.S. Al-Anfaal: 24)

Maksud dari ayat ini adalah, menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan Muslimin. Lagi pula bisa diartikan, menyeru kamu kepada iman, petunjuk, jihad dan selaga yang ada hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Wallahu a’lam.

Penulis, Moh. Masdum Muharram Sedang tinggal di Riyadh

Sabtu, 13 September 2008

Ibnu Khaldun peletak dasar Ilmu Sosial

Ibnu Khaldun Peletak Dasar Ilmu Sosial

Ia pun membagi masyarakat menjadi masyarakat kota dan desa.
image
Ibnu Khaldun lahir di Tunis, Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H atau 27 Mei 1332 M. Nama lengkapnya adalah Abdurahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Abdurahman bin Ibnu Khaldun.

Nenek moyang Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut, Yaman yang berimigrasi ke Sevilla, Andalusia, Spanyol. Namun keluarganya akhirnya meninggalkan Sevilla menunju Melilia, Maroko kemudian menuju ke Tunisia saat Abi Zakariya hafsid pada 1228-1249. Ibnu Khaldun berasal dari keluarga cendekiawan yang tak begitu tertarik dengan persoalan politik. Sejumlah bidang menjadi bagian penting dalam proses pendidikannya. Di antaranya adalah Alquran, tata bahasa, hukum, hadis, retorika, filologi, matematika, filsafat, dan astronomi.

Ayahnya sendiri, Muhammad, yang memberikan pengajaran pertama kepada Ibnu Khaldun. Selanjutnya, ia menimba ilmu dari banyak cendekiawan yang ada di Tunis. Apalagi saat itu, Tunis seakan menjadi pusat cendekiawan Muslim dari Andalusia. Menurut Ensiklopedi Islam, pada 751 H, yaitu saat Ibnu Khaldun berusia 21 tahun, ia diangkat menjadi sekretaris Sultan Dinasti Hafs, al Fadl yang berkedudukan di Tunisia. Namun tak lama kemudian, ia berhenti karena penguasa yang didukungnya kalah dalam pertempuran pada 753 H.

Ibnu Khaldun kemudian menuju Baskara, Maghrib Tengah, Aljazair. Di sana ia berupaya untuk mendapatkan pekerjaan dari Sultan Abu Anan yang menjadi penguasa Bani Marin. Dan pada 755 H, ia berhasil mendapat kedudukan sebagai anggota Majelis Ilmu Pengetahuan. Setahun kemudian ia diangkat menjadi sekretaris Sultan. Dan jabatan itu ia jabat hingga 763 H. Pada 764 H, ia berangkat ke Granada karena mendapatkan tugas dari Sultan Bani Ahmar sebagai duta di Castilla. Ia menjalankan tugasnya dengan gemilang.

imageNamun pada suatu saat, hubungannya dengan Sultan retak. Hingga kemudian pada 766 H, ia mendapat undangan dari penguasa Bani Hafs, Abu Abdillah Muhammad, untuk datang Bijayah, daerah pesisir Laut Tengah di Aljazair. Kemudian ia diangkat sebagai perdana menteri. Baru setahun, Bijayah jatuh ke tangan Sultan Abul Abbas Ahmad, yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur di Qasanthinah. Meksi berganti penguasa, Ibnu Khaldun tetap diberi jabatan yang sama. Hingga kemudian ia memutuskan untuk berangkat ke Baskara.

Serangkian peristiwa di dunia politik ia alami. Hingga ia memutuskan untuk menjauhi politik. Ia memutuskan untuk tinggal di Qal'at, Aljazair. Di sanalah ia menulis kitab monumentalnya Kitab al-I'bar wa Diwan al Mubtada wa al-Khabar fi Ayyam al A'rab wa al Barbar atau al I'bar. Kitab yang berisi tujuh jilid ini, berisi kajian sejarah yang didahului Muqaddimah, jilid satu yang membahas tentang masalah-masalah sosial manusia. Muqaddimah ini membuka jalan pembahasan mengenai ilmu-ilmu sosial.

Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa politik tak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Ia pun membagi masyarakat menjadi masyarakat kota dan desa. Tak heran, bila kemudian Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Pada 780 H, Ibnu Khaldun, kembali ke Tunisia. Ia menelaah sejumlah kitab yang dibutuhkan untuk merevisi kitab al-I'bar. Empat tahun kemudian ia pergi ke Iskandaria, Mesir untuk menghindari kekacaun politik yang terjadi di tempat kelahirannya. Dari sana ia lalu ke Kairo.

Di Kairo, Ibnu Khaldun mendapatkan sambutan yang luar biasa dari para ulama di sana. Ia bahkan membentuk sebuah halaqah di Al Azhar. Selain Kitab al-I'bar, Ibnu Khaldun juga menulis sejumlah kitab lainnya yang berkualitas tinggi. Kitab itu adalah at-Ta'rif bi Ibn Khaldun, sebuah otobiografi, yang merupakan catatan kitab sejarahnya. Ia pun menulis kitab mengenai teologi, Lubab al-Muhassal di Usul ad-Din. Ini merupakan ringkasan dari kirab Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al Muta'akhirin, karya Imam Fakjruddin ar- Razi. Kitab ini memuat pandangan-pandangan teologi dari Ibnu Khaldun.

Kamis, 04 September 2008

Konspirasi Menghancurkan Khilafah

Konspirasi Kolonialis Eropa Menghancurkan Khilafah

Pada hari Senin tanggal 3 Maret 1924 (28th Rajab 1342AH), dunia dikejutkan oleh berita bahwa Mustafa Kemal di Turki secara resmi telah menghapus Khilafah. Pada malam itu Abdul Majid II, Khalifah terakhir kaum muslimin, dipaksa untuk mengemas kopernya yang berisi pakaian dan uang ke dalam kendaraan nya dan diasingkan dari Turki, dan tidak pernah kembali. Dengan cara itulah pemerintahan Islam yang berusia 1342 tahun berakhir. Kisah berikut adalah sekelumit sejarah dari tindakan-tindakan kekuatan kolonialis dengan pertama kali menyebarkan benih perpecahan diantara kaum muslimin dengan menanamkan nasionalisme dan akhirnya mengatur penghancuran Daulah Khilafah melalui agen-agen pengkhianatnya.

Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I.

Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab,” Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan islam.

Sebagaimana diakui oleh Lord Curzon, Inggris bersama dengan Perancis memainkan peran penting dalam membagi-bagi tanah kaum muslimin diantara mereka. Rencana mereka melawan Khilafah bukanlah karena Khilafah berpihak pada Jerman pada PD I. Rencana ini telah dibuat ratusan tahun yang lalu yang akhirnya berbuah ketika Khilafah Usmani dengan cepat mulai merosot di pertengahan abad ke 18.

Usaha yang pertama untuk menghancurkan persatuan Islam terjadi pada abad ke 11 ketika Paus Urbanus II melancarkan Perang Salib I untuk menduduki Al-Quds. Setelah 200 tahun pendudukan, akhirnya pasukan salib dikalahkan di tangan Salahudin Ayyubi. Di abad ke 15 Konstantinopel ditaklukan dan benteng terakhir Kekaisaran Byzantium itupun dikalahkan. Lalu pada abad ke 16 Daulah Islam menyapu seluruh bagian selatan dan timur Eropa dengan membawa Islam kepada bangsa-bangsa itu. Akibatnya jutaan orang Albania, Yugoslavia, Bulgaria dan negara-negara lain memeluk Islam. Setelah pengepungan Wina tahun 1529 Eropa membentuk Aliansi untuk menghentikan expansi Khilafah di Eropa. Pada titik itulah terlihat bangkitnya permusuhan pasukan Salib terhadap Islam dan Khilafah, dan dibuatlah rencana-rencana berkaitan dengan “Masalah Ketimuran” seperti yang sudah diketahui.


Setelah kekalahan mereka, pasukan Salib menyadari bahwa kekuatan Islam dan keyakinannya adalah Akidah Islam. Sepanjang kaum muslimin berkomitmen dengan kuat pada Islam dan Qur’an, Khilafah tidak akan pernah hancur. Inilah sebabnya di akhir abad ke 16, mereka mendirikan pusat misionaris pertama di Malta dan membuat markasnya untuk melancarkan serangan misionarisnya terhadap Dunia Islam. Inilah awal masuknya kebudayaan Barat ke Dunia Islam yang dilakukan para misionaris Inggris, Perancis dan Amerika.

Para misionaris itu bekerja dengan berkedok lembaga-lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Awalnya akibat dari tindakan itu hanya kecil saja. Tapi selama abad ke 18 dan 19 ketika kemunduran Khilafah mulai muncul, mereka mampu mengeksplotasi kelemahan negara dan menyebarkan konsep-konsep yang jahat kepada masyarakat. Di abad 19, Beirut menjadi pusat aktivitas misionaris. Selama masa itu, para misionaris mengeksploitasi perselisihan dalam negeri diantara orang Kristen dan Druze dan kemudian antara Kristen dan Muslim, dengan Inggris berpihak pada Druze sementara Perancis berpihak pada Kristen Maronit. Selama masa itu para misionaris itu memiliki dua agenda utama: (1) Memisahkan Orang Arab dari Khilafah Usmani; (2) Membuat kaum muslimin merasa terasing dari ikatan Islam

Tahun 1875 “Persekutuan Rahasia” dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab diantara rakyat. Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan , mengkhianati Agama Islam.

Hal ini memunculkan benih-benih nasionalisme yang akhirnya berbuah pada tahun 1916 ketika Inggris memerintahkan seorang agennya Sharif Hussein dari Mekkah untuk melancarkan Pemberontakan Arab terhadap Khilafah Usmani. Pemberontakan ini sukses dalam membagi tanah Arab dari Khilafah dan kemudian menempatkan tanah itu di bawah mandat Inggris dan Perancis.

Di saat yang sama, nasionalisme mulai dikobarkan diantara orang Turki. Gerakan Turki Muda didirikan tahun 1889 berdasarkan nasionalisme Turki dan dapat berkuasa tahun 1908 setelah mengusir Khalifah Abdul Hamid II. Pengkhianat Mustafa Kamal yang menghapus Kekhalifahan adalah anggota Turki Muda. Inilah alasanya mengapa Kemal kemudian berkata: ”Bukankah karena Khilafah, Islam dan ulama yang menyebabkan para petani Turki berperang hingga mati selama lima abad? Sudah waktunya Turki mengurus urusannya sendiri dan mengabaikan orang India dan orang Arab. Turki harus melepaskan dirinya untuk memimpin kaum muslimin.”

Disamping aktivitas yang dilakukan oleh misionaris Inggris dan Perancis, bersama dengan Rusia mulai dilakukan penjajahan langsung di banyak bagian Dunia Islam. Ini dimulai selama pertengahan abad 18 ketika tahun 1768 Catherine II dari Rusia berperang dengan Khilafah dan dengan sukses dapat menduduki wilayah di Selatan Ukraina, Kaukasus Utara, dan Crimea yang kemudian dijadikan bagian dari Kekaisaran Rusia. Perancis menyerang Mesir dan Inggris mulai menduduki India. Di Abad ke 19 Perancis menduduki Afrika Utara dan Inggris menduduki Mesir, Sudan, dan India. Sedikit demi sedikit wilayah Khilafah menjadi berkurang hingga akhir PD I ketika apa yang tersisa hanyalah Turki, yang diduduki oleh pasukan sekutu dibawah perintah Jendral Inggris yang bernama Charles Harrington.

Pemecahan tanah Khilafah dilakukan dalam sebuah perjanjian rahasia yang dilakukan antara Inggris dan Perancis tahun 1916. Perjanjian itu adalah Perjanjian Sykes-Picot. Rencana ini dibuat diantara diplomat Perancis bernama François Georges-Picot dan penasehat diplomat Inggris Mark Sykes. Di bawah perjanjian itu, Inggris mendapat kontrol atas Jordania, Irak dan wilayah kecil di sekitar Haifa. Perancis diberikan kontrol atas Turki wilayah Selatan-Timur, Irak bagian Utara, Syria dan Libanon. Kekuatan Barat itu bebas memutuskan garis perbatasan di dalam wilayah Khilafah itu. Peta Timur Tengah saat ini adalah garis-garis yang dibuat Sykes dan Picot dengan memakai sebuah penggaris di atas tanah yang dulunya adalah wilayah Khilafah.

Tahun-tahun berlanjutnya kehancuran Khilafah, Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah maneuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki. Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama. Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah : (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah : (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler

Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan. Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah.

Untuk kekuatan kolonialis, penghancuran Khilafah tidaklah cukup. Mereka ingin memastikan bahwa Khilafah tidak pernah bangkit lagi dalam diri kaum Muslimin. Lord Curzon berkata, “Kita harus mengakhiri apapun yang akan membawa persatuan Islam diantara anak-anak kaum muslimin. Sebagaimana yang kita telah sukses laksanakan dalam mengakhiri Khilafah, maka kita harus memastikan bahwa tidak pernah ada lagi bangkitnya persatuan kaum muslimin, apakah itu persatuan intelektual dan budaya.


Kemal Ataturk dihadapan rakyat Turky 1924


Karena itu, mereka memberikan sejumlah rintangan dalam usaha menegakkan kembali Khilafah seperti:
  1. Pengenalan konsep-konsep non-Islam di Dunia Islam seperti patriotisme, nasionalisme, sosialisme dan sekularisme dan mendorong gerakan politik kolonialis yang berdasarkan ide-ide ini.

  2. Kehadiran kurikulum pendidikan yang dibuat oleh kekuatan penjajah , yang masih tetap bercokol selama 80 tahun, yang membuat mayoritas kaum muda yang lulus dan ingin meneruskan pendidikannya ke arah yang bertentangan dengan Islam.

  3. Jeratan ekonomi di Dunia Islam oleh pemerintahan Barat dan perusahaan-perusahaannya dimana masyarakat hidup dalam kemiskinan yang menghinakan dan dipaksa untuk terfokus hanya pada bagaimana menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dan tidak peduli dengan peran sesungguhnya dari para penjajah itu.

  4. Warisan yang disengaja untuk memecah Dunia Islam yang berkisar pada garis perbatasan yang senantiasa diperdebatkan sehingga kaum muslimin akan tetap terlibat dalam masalah-masalah sepele.

  5. Pendirian organisasi-organisasi seperti Liga Arab dan kemudian Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang menipiskan ikatan Islam, dan terus melanjutkan adanya perpecahan di Dunia Islam sementara tetap gagal dalam memecahkan tiap masalah atau isu yang muncul.

  6. Pemaksaan berdirinya Negara asing, Israel, di jantung Dunia Islam yang menjadi pemicu serangan kekuatan Barat atas kaum muslimin yang tidak bisa mempertahankan diri sementara mereka terus menghidupkan mitos rasa rendah diri kaum muslimin.

  7. Kehadiran penguasa-penguasa zalim di Dunia Islam yang kesetiaanya adalah pada tuannya yakni negara-negara Barat; yang menindas dan menyiksa umat Islam; mereka bukanlah dari umat dan membenci umat sebagaimana umat membenci mereka.
    Walaupun ada rintangan-rintangan, persengkongkolan dan rencana semacam itu, pendirian Khilafah sekali lagi akan menjadi kenyataan dalam Dunia Islam. Kita harus mengambil kesempatan ini di saat hari peringatan kehancuran Khilafah untuk merefleksikan situasi saat ini dari kaum muslimin dan memastikan bahwa hanya dengan berusaha untuk mengembalikan Khilafah lah kita dapat mencapat kesuksesan yang sesungguhnya dalam kehidupan saat ini dan kehidupan yang akan datang. ( http://hizbut-tahrir.or.id )

    (Riza Aulia ; sumber www.Khilafah.com/

Muhammad Al-Fatih

Dalam bahasa Turki, Muhammad sering disebut dengan Fatih Sultan Mehmet. Beliau lahir 30 Maret 1432 dan wafat 3 Mei 1481.

Pribadi Shalih

Dari sisi keshalihannya, Muhammad Al-Fatih disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah SWT ditularkan kepada tentaranya. Tentara Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh. Dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh.

Itulah barangkali kunci utama keberhasilan beliau dan tentaranya dalam menaklukkan kota yang dijanjikan nabi SAW. Rupanya kekuatan beliau bukan terletak pada kekuatan pisik, tapi dari sisi kedekatan kepada Allah, nyata bahwa beliau dan tentaranya sangat menjaga hubungan kedekatan, lewat shalat wajib, tahajjud dan sunnah rawatib lainnya

Sang Penakluk atau Sang Pembebas?

Karena prestasinya menaklukkan Konstantinopel, Muhammad kemudian mendapat gelar “Al-Fatih”. Artinya sang pembebas. Barangkali karena para pelaku sejarah sebelumnya tidak pernah berhasil melakukannya, meski telah dijanjikan nabi SAW.

Namun orang barat menyebutkan The Conqueror, Sang Penakluk. Ada kesan bila menggunakan kata "Sang Penakluk" bahwa beliau seolah-olah penguasa yang keras dan kejam. Padahal gelar yang sebenarnya dalam bahasa arab adalah Al-Fatih. Berasal dari kata: fataha - yaftahu. Artinya membuka atau membebaskan. Kata ini terkesan lebih santun dan lebih beradab. Karena pada hakikatnya, yang beliau lakukan bukan sekedar penaklukan, melainkan pembebasan menuju kepada iman dan Islam.

Beliau merupakan seseorang yang sangat ahli dalam berperang dan pandai berkuda. Ada yang mengatakan bahwa sebagian hidupnya dihabiskan di atas kudanya.

Yang lebih menarik, meski beliau punya kedudukan tertinggi dalam struktur pemerintahan, namun karena keahlian beliau dalam ilmu strategi perang, hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu penyakit.

Tata Negara dan Administrasi

Selain sebagai ahli perang dan punya peran besar dalam hal perluasan wilayah Islam, beliau juga ahli di bidang penataan negara, baik secara pisik maupun dalam birokrasi dan hukum. Kehebatan beliau dalam menata negerinya menjadi negeri yang sangat maju diakui oleh banyak ilmuwan. Bahkan secara serius belaiu banyak melakukan perbaikan dalam hal perekonomian, pendidikan dan lain-lain.

Dalam kepemimpinannya, Istambul dalam waktu singkat sudah menjadi pusat pemerintahan yang sangat indah dan maju di samping sebagai bandar ekonomi yang sukses.

Beliau juga dikenal sebagai pakar dalam bidang ketentaraan, sains, matematika. Beliau memenguasai 6 bahasa sejak berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat namun tawadhu'.

Mentarbiyah Tentara Satu hal yang jarang diingat orang adalah proses pembentukan pasukan yang sangat profesional. Pembibitan dilakukan sejak calon prajurit masih kecil. Ada team khusus yang disebarkan ke seluruh wilayah Turki dan sekitarnya seperti Balkan dan Eropa Timur untuk mencari anak-anak yang paling pandai IQ-nya, paling rajin ibadahnya dan paling kuat pisiknya. Lalu ditawarka kepada kedua orang tuanya sebuah kontrak jangka panjang untuk ikut dalam tarbiyah (pembinaan) sejak dini.

Bila kontrak ini ditandatangani dan anaknya memang berminat, maka seluruh kebutuhan hidupnya langsung ditanggung negara. Anak itu kemudian mulai mendapat bimbingan agama, ilmu pengetahuan dan militer sejak kecil. Mereka sejak awal sudah dipilih dan diseleksi serta dipersiapkan.

Maka tidak heran kalau tentara Muhammad Al-FAtih adalah tentara yang paling rajin shalat, bukan hanya 5 waktu, tetapi juga shalat-shalat sunnah. Sementara dari sisi kecerdasan, mereka memang sudah memilikinya sejak lahir, sehingga penambahan ilmu dan sains menjadi perkara mudah.

Konstantinopel Menjadi Istanbul

Setelah ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti “Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul seperti yang biasa kita dengar sekarang.

Sejak saat itu ibu kota khilafah Bani Utstmani beralih ke kota ini dan menjadi pusat peradaban Islam dan dunia selama beberapa abad. Sebab kota ini kemudian dibangun dengan segala bentuk keindahannya, percampuran antara seni Eropa Timur dan Arab.

Gereja dan tempat ibadah non muslim dibiarkan tetap berdiri, tidak diutak-atik sedikit pun. Sementara khalifah membangun gedung dengan arsitektur yang tidak kalah cantiknya dengan gedung-gedung sebelumnya. Sepintas kalau kita lihat gedung peninggalan peradaban masehi sama saja dengan bangunan masjid. Tetapi ternyata tetap ada perbedaan mendasar. Selain masalah salib yang menjadi ciri gereja, bangunan dari peradaban Islam punya dominasi lingkaran dan setengah lingkaran.

Seorang rekan dari Maghrib (Maroko) bercerita bahwa ada nilai falsafah di balik bentuk-bentuk lingkaran atau kubah ang kita lihat dari bentuk masjid, yaitu bahwa Islam itu masuk ke semua dimensi.

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan bayak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik strategi peperangannya yang dikatakan mendahului zamannya.

Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al-Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz r.a.
(61 - 101 H)

Saat itu tengah malam di kota Madinah. Kebanyakan warga kota sudah tidur. Umar bin Khatab r.a. berjalan menyelusuri jalan-jalan di kota. Dia coba untuk tidak melewatkan satupun dari pengamatannya. Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah dekat dia beristirahat.


"Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air," kata sang ibu.
"Jangan ibu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air," jawab sang anak.
"Tapi banyak orang melakukannya Nak, campurlah sedikit saja. Tho insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya," kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya.
"Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rab dari Amirul Mukminin pasti melihatnya," tegas si anak menolak.

Mendengar percakapan ini, berurailah air mata pria ini. Karena subuh menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk memimpin shalat Subuh. Sesampai di rumah, dipanggilah anaknya untuk menghadap dan berkata, "Wahai Ashim putra Umar bin Khattab. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si anu dan selidikilah keluarganya."

Ashim bin Umar bin Khattab melaksanakan perintah ayahndanya yang tak lain memang Umar bin Khattab, Khalifah kedua yang bergelar Amirul Mukminin. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata,
"Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi isterimu. Aku lihat insyaallah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa."

Begitulah, menikahlah Ashim bin Umar bin Khattab dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan Ummi Ashim. Suatu malam setelah itu, Umar bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda ini memimpin umat Islam seperti dia memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya saja. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.

Pada saat kakeknya Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada tahun 644 Masehi, Ummi Ashim turut menghadiri pemakamannya. Kemudian Ummi Ashim menjalani 12 tahun kekhalifahan Ustman bin Affan sampai terbunuh pada tahun 656 Maserhi. Setelah itu, Ummi Ashim juga ikut menyaksikan 5 tahun kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.

Pergantian sistem kekhalifahan ke sistem dinasti ini sangat berdampak pada Negara Islam saat itu. Penguasa mulai memerintah dalam kemewahan. Setelah penguasa yang mewah, penyakit-penyakit yang lain mulai tumbuh dan bersemi. Ambisi kekuasaan dan kekuatan, penumpukan kekayaan, dan korupsi mewarnai sejarah Islam dalam Dinasti Umayyah. Negara bertambah luas, penduduk bertambah banyak, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang, tapi orang-orang semakin merindukan ukhuwah persaudaraan, keadilan dan kesahajaan Ali, Utsman, Umar, dan Abu Bakar. Status kaya-miskin mulai terlihat jelas, posisi pejabat-rakyat mulai terasa. Kafir dhimni pun mengeluhkan resahnya, "Sesungguhnya kami merindukan Umar, dia datang ke sini menanyakan kabar dan bisnis kami. Dia tanyakan juga apakah ada hukum-hukumnya yang merugikan kami. Kami ikhlas membayar pajak berapapun yang dia minta. Sekarang, kami membayar pajak karena takut."

Kemudian Muawiyah membaiat anaknya Yazid bin Muawiyah menjadi penggantinya. Tindakan Muawiyah ini adalah awal malapetaka dinasti Umayyah yang dia buat sendiri. Yazid bukanlah seorang amir yang semestinya. Kezaliman dilegalkan dan tindakannya yang paling disesali adalah membunuh sahabat-sahabat Rasul serta cucunya Husein bin Ali bin Abi Thalib. Yazid mati menggenaskan tiga hari setelah dia membunuh Husein.

Akan tetapi, putra Yazid, Muawiyah bin Yazid, adalah seorang ahli ibadah. Dia menyadari kesalahan kakeknya dan ayahnya dan menolak menggantikan ayahnya. Dia memilih pergi dan singgasana dinasti Umayah kosong. Terjadilah rebutan kekuasaan dikalangan bani Umayah. Abdullah bin Zubeir, seorang sahabat utama Rasulullah dicalonkan untuk menjadi amirul mukminin. Namun, kelicikan mengantarkan Marwan bin Hakam, bani Umayah dari keluarga Hakam, untuk mengisi posisi kosong itu dan meneruskan sistem dinasti. Marwan bin Hakam memimpin selama sepuluh tahun lebih dan lebih zalim daripada Yazid.

Kelahiran Umar bin Abdul Aziz

Saat itu, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 - 705 M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat itu.

Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61 Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Saat masih kecil Umar mendapat kecelakaan. Tanpa sengaja seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek hingga tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum. Seraya mengobati luka Umar kecil, dia berujar,

"Bergembiralah engkau wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab insyaallah terwujud, dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan memperbaiki bangsa ini."

Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan juga ulama-ulama. Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b. Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.

Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang jawatan gabernur Madinah/Hijaz dan berjaya mentadbir wilayah itu dengan baik. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun.

Umar bin Abdul Aziz mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan sebagai istrinya. Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan adalah putri dari khalifah Abdul Malik bin Marwan. Demikian juga, keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah.

Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah

Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun. Beliau dilantik menjadi Khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik tetapi beliau tidak suka kepada pelantikan tersebut. Lalu beliau memerintahkan supaya memanggil orang ramai untuk mendirikan sembahyang. Selepas itu orang ramai mula berpusu-pusu pergi ke masjid. Apabila mereka semua telah berkumpul, beliau bangun menyampaikan ucapan. Lantas beliau mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan berselawat kepada Nabi s.a.w kemudian beliau berkata:

"Wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pandangan daripada aku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu reda".

Tiba-tiba orang ramai serentak berkata:

"Kami telah memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga reda kepada kamu. Oleh yang demikian perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkatan".

Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud kepada kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cintakan akhirat kemudian beliau berkata pula kepada mereka: "Wahai sekalian umat manusia! Sesiapa yang taat kepada Allah, dia wajib ditaati dan sesiapa yang tidak taat kepada Allah, dia tidak wajib ditaati oleh sesiapapun. Wahai sekalian umat manusia! Taatlah kamu kepada aku selagi aku taat kepada Allah di dalam memimpin kamu dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah sesiapa mentaati aku". Setelah itu beliau turun dari mimbar.


Umar rahimahullah pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fekah dan ulama kemudian beliau berkata kepada mereka: "Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan yang diambil secara zalim yang masih berada bersama-sama dengan keluarga aku?" Lalu mereka menjawab: "Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya." Walau bagaimanapun Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik yang berkata kepada beliau: "Aku berpendapat bahawa ia hendaklah dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama dengan orang yang mengambilnya secara zalim." Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.

Sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta.


Umar berkata kepadanya, "Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua."

Fatimah bertanya kepada suaminya, "Memilih apa, kakanda?"
Umar bin Abdul Azz menerangkan, "Memilih antara perhiasan emas berlian yang kau pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu."
Kata Fatimah, "Demi Allah, Aku tidak memilih pendamping lebih mulia daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku."

Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.


Setelah menjadi khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :
1) menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran
2) merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal
3) memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah
4) menghapuskan pegawai pribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.

Selain daripada itu, beliau amat menitilberatkan tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga telah menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan.


Beliau juga amat menitikberatkan penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah umar telah memerintahkan umatnya mendirikan solat secara berjammah dan masjid-masjid dijadikan tempat untuk mempelajari hukum Allah sebegaimana yang berlaku di zaman Rasulullah
SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin. Baginda turut mengarahkan Muhammad b Abu Bakar Al-Hazni di Mekah agar mengumpul dan menyusun hadith-hadith Raulullah SAW. Beliau juga meriwayatkan hadis dari sejumlah tabiin lain dan banyak pula ulama hadis yang meriwayatkan hadis daripada beliau.

Dalam bidang ilmu pula, beliau telah mengarahkan cendikawan Islam supaya menterjemahkan buku-buku kedoktoran dan pelbagai bidang ilmu dari bahasa Greek, Latin dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya senang dipelajari oleh umat Islam.

Dalam mengukuhkan lagi dakwah Islamiyah, beliau telah menghantar 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta menghantar beberapa orang pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam. Di samping itu juga beliau telah menghapuskan bayaran Jizyah yang dikenakan ke atas orang yang bukan Islam dengan harapan ramai yang akan memeluk Islam.


Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau ingin semua rakyat dilayani dengan adil tidak memandang keturunan dan pangkat supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau perjuangan adalah menyamai keadilan di zaman kakeknya, Khalifah Umar Al-Khatab.


Pada masa pemerintahan beliau, kerajaan Umaiyyah semakin kuat tiada pemberontakan dalaman, kurang berlaku penyelewengan, rakyat mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan Baitulmal penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mahu menerima zakat. Rakyat umumnya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya mau berdikari sendiri. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra, pasukan kaum muslimin sudah mencapai pintu kota Paris di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu kekausaan pemerintahan di Portugal dan Spanyol berada di bawah kekuasaannya.

Kematian beliau

Beliau wafat pada tahun 101 Hijrah ketika berusia 39 tahun. Beliau memerintah hanya selama 2 tahun 5 bulan saja. Setelah beliau wafat, kekhalifahan digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul Malik.

Muhammad bin Ali bin Al-Husin rahimahullah berkata tentang beliau: "Kamu telah sedia maklum bahwa setiap kaum mempunyai seorang tokoh yang menonjol dan tokoh yang menonjol dari kalangan Bani Umaiyyah ialah Umar bin Abdul Aziz, beliau akan dibangkitkan di hari kiamat kelak seolah-olah beliau satu umat yang berasingan."

Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah :
1) At-Tirmizi meriwayatkan bahwa Umar Al-Khatab telah berkata : “Dari anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”
2) Dari Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah SAW yang mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah SAW melainkan daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor Madinah”
3) Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki dari Khurasan telah berkata : “Aku telah beberapa kali mendengar suara datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah kepadanya”.
4) Qais bin Jabir berkata : “Perbandingan Umar b Abdul Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan keluarga Firaun”
5) Hassan al-Qishab telah berkata :”Aku melihat serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah Umar Ibnu Aziz”
6) Umar b Asid telah berkata :”Demi Allah, Umar Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai :”Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah menjadikan rakyatnya kaya-raya”
7) ‘Atha’ telah berkata : “Umar Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat, kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”


Wallahu a'lam...

sumber:
http://cafe.degromiest.nl/node/260
http://permai1.tripod.com/umaraziz.html
http://kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=120

Mengenal Imam Bukhari

Mengenal Imam Bukhari

Muhammad Ibnu Abi Hatim berkata, “Saya terilham/menghafal hadits ketika masih dalam asuhan belajar.” Lalu saya bertanya, “Umur berapakah anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang.” (Riwayat al-Farbari dari Muhammad Ibnu Abi Hatim, seorang juru tulis al-Imam al-Bukhari).

Suatu ketika al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran beliau didengar oleh para ahlul hadits negeri itu. Maka, berkumpullah mereka untuk menguji kehebatan hafalan beliau tentang hadits. Syahdan para ulama tersebut sengaja mengumpulkan seratus buah hadits. Susunan, urutan dan letak matan serta sanad seratus hadits tersebut sengaja dibolak-balik. Matan dari sebuah sanad diletakkan untuk sanad lain, sementara suatu sanad dari sebuah matan diletakkan untuk matan lain dan begitulah seterusnya. Seratus buah hadits itu dibagikan kepada sepuluh orang tim penguji, hingga masing-masing mendapat bagian sepuluh buah hadits.

Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan.

Ketika suasana majlis telah menjadi tenang, salah seorang dari kesepuluh tim penguji mulai memberikan ujiannya. Beliau membacakan sebuah hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya kepada al-Imam al-Bukhari. Ketika ditanyakan kepada beliau, al Imam al-Bukhari menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.” Demikian seterusnya satu persatu dari kesepuluh hadits penguji pertama itu dibacakan, dan al-Imam al-Bukhari selalu menjawab, “Saya tidak kenal hadits itu.”

Beberapa ulama yang hadir saling berpandangan seraya bergumam, “Orang ini berarti faham.” Akan tetapi ada di kalangan mereka yang tidak mengerti, hingga menyimpulkan bahwa al-Imam al-Bukhari terbatas pengetahuannya dan lemah hafalannya.

Orang kedua maju. Beliau juga melontarkan sebuah hadits yang telah dibolak-balik sanad dan matannya, yang kemudian dijawab pula, “Saya tidak kenal hadits itu”. Begitulah, orang kedua ini pun membacakan sepuluh hadits yang menjadi bagiannya, dan seluruhnya dijawab beliau, “Saya tidak kenal hadist itu.”
Begitulah selanjutnya orang ketiga, keempat, kelima hingga sampai orang kesepuluh, semuanya membawakan masing-masing sepuluh hadits yang telah dibolak-balik matan dan sanadnya. Dan al-Imam al-Bukhari memberikan jawaban tidak lebih daripada kata-kata, “Saya tidak kenal hadits itu.”

Setelah semuanya selesai menguji, beliau kemudian menghadap orang pertama seraya berkata, “Hadits yang pertama anda katakan begini, padahal yang benar adalah begini, lalu hadits anda yang kedua anda katakan begini padahal yang benar seperti ini. Begitulah seterusnya hingga hadits kesepuluh disebutkan oleh beliau kesalahan letak sanad serta matannya, dan kemudian dibetulkannya kesalahan itu hingga semua sanad dan matannya menjadi benar kedudukannya.

Demikian pula seterusnya yang dilakukan oleh al-Bukhari kepada para penguji berikutnya hingga sampai kepada penguji kesepuluh. Maka, orang-orang pun lantas mengakui serta menyatakan kehebatan hafalan serta kelebihan beliau. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Yang hebat bukanlah kemampuan al-Bukhari dalam mengembalikan kedudukan hadits-hadits yang salah, sebab beliau memang hafal, tetapi yang hebat justru hafalnya beliau terhadap kesalahan yang dilakukan oleh para penguji tersebut secara berurutan satu persatu hanya dengan sekali mendengar.”

Siapakah al-Imam al-Bukhari
Beliau adalah Abu Abdillah, bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ja’fi. Kakek moyang Bardizbah (begitulah cara pengucapannya menurut Ibnu Hajar al-‘Asqalani) adalah orang asli Persia. Bardizbah, menurut penduduk Bukhara berarti petani. Sedangkan kakek buyutnya, al-Mughirah bin Bardizbah, masuk Islaam di tangan al-Yaman al-Ja’fi ketika beliau datang di Bukhara. Selanjutnya nama al-Mughirah dinisbatkan (disandarkan) kepada al-Ja’fi sebagai tanda wala’ kepadanya, yakni dalam rangka mempraktekkan pendapat yang mengatakan, bahwa seseorang yang masuk Islam, maka wala’nya kepada orang yang mengislamkannya.

Adapun mengenai kakeknya, Ibrahim bin al-Mughirah, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Kami tidak mengetahui (menemukan) sedikit pun tentang kabar beritanya.” Sedangkan tentang ayahnya, Ismail bin Ibrahim, Ibnu Hibban telah menuliskan tarjamah (biografi)-nya dalam kitabnya ats-Tsiqat (orang-orang yang tsiqah/terpercaya) dan beliau mengatakan, “Ismail bin Ibrahim, ayahnya al-Bukhari, mengambil riwayat (hadits) dari Hammad bin Zaid dan Malik. Dan riwayat Ismail diambil oleh ulama-ulama Irak.” Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani juga telah menyebutkan riwayat hidup ismail ini di dalam Tahdzibut Tahdzib. Ismail bin Ibrahim wafat ketika Muhammad (al-Bukhari) masih kecil.

Kelahiran Dan Wafatnya
Dilahirkan di Bukhara, sesudah shalat Jum’at pada tanggal 13 Syawal 194 H. Beliau dibesarkan dalam suasana rumah tangga yang ilmiah, tenang, suci dan bersih dari barang-barang haram. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, ketika wafat seperti yang diceritakan oleh Muhammad bin Abi Hatim, juru tulis al-Bukhari, bahwa aku pernah mendengar Muhammad bin Kharasy mengatakan, “Aku mendengar bahwa Ahid Hafs berkata, “Aku masuk menjenguk Ismail, bapaknya Abu Abdillah (al-Bukhari) ketika beliau menjelang wafat, beliau berkata, “Aku tidak mengenal dari hartaku barang satu dirham pun yang haram dan tidak pula satu dirham pun yang syubhat.”

Al-Bukhari wafat di Khartank sebuah desa di negeri Samarkhand, malam Sabtu sesudah shalat Isya’, bertepatan dengan malam Iedul fitri, tahun 256 H dan dikuburkan pada hari Iedul Fitri sesudah shalat Zhuhur. Beliau wafat dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dengan meninggalkan ilmu yang bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah.

Pertumbuhan Dan Perkembangannya
Ketika ayahnya wafat, beliau masih kecil, sehingga beliau besar dan dibesarkan dalam asuhan ibunya. Beliau mencari ilmu ketika masih kecil dan pernah menceritakan tentang dirinya seperti disebutkan oleh al-Farbari dari Muhammad bin Abi Hatim. Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Aku pernah mendengar al-Bukhari mengatakan, “Aku diilhami untuk menghafal hadits ketika masih dalam asuhan mencari ilmu.” Lalu aku bertanya, “Berapa umur anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang… dan seterusnya hingga perkataan beliau, “Ketika aku menginjak umur enam belas tahun, aku telah hafal kitab-kitab karya Ibnul Mubarak dan Wakil. Dan aku pun tahu pernyataan mereka tentang Ash-hab (Ahlu) ra’yu”. Beliau berkata lagi, “Kemudian aku berangkat haji bersama ibuku dan saudaraku, setelah menginjak usia delapan belas tahun, aku telah menyusun kitab tentang sahabat dan tabi’in. Kemudian menyusun kitab tarikh di Madinah di samping kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Semenjak kecil beliau sibuk menggali ilmu dan mendengarkan hadits dari berbagai negeri, seperti di negerinya sendiri. Dan beliau telah beberapa kali mengunjungi Baghdad, hingga penduduk di sana mengakui kelebihannya dan penguasaannya terhadap ilmu riwayah dan dirayah.

Begitulah, singkatnya beliau telah mengunjungi berbagai kota di Irak dalam rangka mencari ilmu hadits dari tokoh-tokoh negeri tersebut, misalnya Bashrah, Balkh, Kufah dan lain-lain. Beliau telah mendengarkan dan menggali hadits dari sejumlah banyak tokoh pembawa hadits. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim, bahwasanya beliau berkata, “Aku tidak pernah menulis melainkan dari orang-orang yang mengatakan bahwa al-Iman adalah ucapan dan tindakan.”

Jumlah Hadits Yang Dihafal
Muhammad bin Hamdawaih mengatakan, “Aku mendengar al-Bukhari berkata, bahwa aku hafal seratus ribu hadits shahih dan dua ratus ribu hadits tidak shahih.”

Kitab-Kitab Yang Disusun
Yang paling pokok adalah kitab al-Jamiush shahih (Shahihul Bukhari) yaitu kitab hadits tershahih diantara kitab hadits lainnya. Selain itu beliau menyusun juga ktiab al-Adabul Mufrad, Raf’ul Yadain fish Shalah, al-Qira’ah khalfal Iman, Birrul Walidain, at-Tarikh ash-Shagir, Khalqu Af’aalil ‘Ibaad, adl-Dlu’afa (hadits-hadits lemah), al-Jaami’ al-Kabir, al-Musnad al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, Kitabul Asyribah, Kitabul Hibab, Asaami ash-Shahabah (Nama-nama para shahabat) dan lain sebagainya.

Contoh Kekaguman Orang Terhadap Al-Bukhari
Al-Imam al-Bukhari rahimahullah, merupakan barometer bagi guru-gurunya dan manusia yang tahu dan hidup pada zamannya maupun sesudahnya. al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyebutkan secara khusus tentang pujian dan jasa-jasa beliau dalam kitabnya masing-masing. Adz-Dzahabi dalam Tadzkiratul huffaazh dan Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib.

Berikut ini beberapa contoh pujian dan kekaguman mereka. Muhammad bin Abi Hatim mengatakan, bahwa aku mendengar Yahya bin Ja’far al-Baikundi berkata, “Seandainya aku mampu menambahkan umur Muhammad bin Ismail (al-Bukhari) dengan umurku, niscaya aku lakukan sebab kematianku hanyalah kematian seorang sedangkan kematiannya berarti lenyapnya ilmu.”

Raja’ bin Raja’ mengatakan, “Dia, yakni al-Bukhari, merupakan satu ayat di antara ayat-ayat Allah yang berjalan di atas permukaan bumi.”

Abu Abdullah al-Hakim dalam Tarikh Naisabur berkata, “Dia adalah Imam Ahlul hadits, tidak ada seorang pun di antara Ahlul Naql yang mengingkarinya.”

Shahihul Jami’ Atau Shahih Bukhari
Seluruh hadits yang termuat di dalamnya adalah hadits-hadits shahih yang telah tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan semua Mu’allaqaat dalam Shahih al-Bukhari dinyatakan shahih oleh para ulama Ahlul hadits. Adapun contoh pernyataan ulama tentang Shahih al-Bukhari seperti dikatakan al-Hafizh Ibnu Katsir dalam al-Bidaayah wan Nihaayah, “Para ulama telah bersepakat menerimanya (yakni Shahihul Bukhari) dan menerima keshahihan apa-apa yang ada di dalamnya, demikian pula seluruh ahlul Islam.”

Jadi di samping Shahih Muslim, Shahih al-Bukhari adalah kitab tershahih nomor dua setelah al-Qur’an sebagaimana disebutkan dan disepakati oleh para ulama, di antaranya oleh as-Subakti.

Terusirnya Imam Al-Bukhari Dari Bukhara
Ghonjar mengatakan dalam kitab Tarikhnya, “Aku mendengar Ahmad bin Muhammad bin Umar berkata, “Aku mendengar Bakar bin Munir mengatakan, “Amir Khalid bin Ahmad Adz-Dzuhail, amir penguasa Bukhara, mengirim utusan kepada Muhammad bin Ismail, yang isinya, “Bawalah padaku kitab Jaami’ush Shahih dan at-Tarikh supaya aku bisa mendengar dari kamu.” Maka, berkatalah al-Bukhari kepada utusan tersebut, “Katakanlah kepadanya bahwa sesungguhnya aku tidak akan merendahkan ilmu dan aku tidak akan membawa ilmuku itu ke hadapan pintu para sultan. Apabila dia butuh (jika ilmu itu dikehendaki), maka hendaknya dia datang kepadaku di masjidku atau di rumahku. Kalau hal ini tidak menyenangkan wahai sultan, maka laranglah aku untuk mengadakan majlis ilmu, supaya pada hari kiamat aku punya alasan di hadapan Allah bahwa aku tidak menyembunyikan ilmu.” Ghonjar mengatakan, “Inilah yang menyebabkan terjadinya krisis di antara keduanya.”

Al-Hakim berkata, “Aku mendengar Muhammad bin al-‘Abbas adh-Dhobby mengatakan, “Aku mendengar Abu Bakar bin Abu Amr berkata, “Perginya Abu Abdillah al-Bukhari dari negeri Bukhara disebabkan Khalid bin Ahmad Khalifah bin Thahir meminta beliau untuk hadir di rumahnya supaya membacakan kitab at-Tarikh dan al-Jaami’ush Shahih kepada anak-anaknya, tapi beliau menolak. Beliau katakan, “Aku tidak mempunyai waktu jika hanya orang-orang khusus yang mendengarkannya (mendengarkan ilmuku, pen). Maka Khalid bin Ahmad meminta tolong kepada Harits bin Abi al-Warqa` dan lainnya dari penduduk Bukhara untuk bicara mempermasalahkan madzhabnya. Akhirnya Khalid bin Ahmad mengusir beliau dari Bukhara.

Demikianlah sekelumit tentang Imam Bukhari, beliau juga pernah difitnah sebagai orang yang mengatakan, bahwa bacaanku terhadap al-Qur’an adalah makhluk. Padahal beliau tidak mengatakan demikian dan bahkan secara tegas beliau membantah bahwa orang yang membawa berita tersebut adalah pendusta. Beliau bahkan mengatakan, “Bahwa al-Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk, sedangkan perbuatan-perbuatan hamba adalah makhluk.” (lihat Hadyu as-Sari Muqadimah Fathul Bari bagian akhir halaman 490-491). Wallahu a’lam.

SUMBER: Majalah as-Sunnah, no.02/Th.I, Jumada Tsani-Rajab 1413 H/Desember 1992 M,